Kepulauan Aru, SNN.com - Ikatan keluarga besar marga Leplepem menyatakan sikap menolak Rancangan Peraturan Desa (Ranperdes) Desa Ngaibor Kecamtan Aru Selatan Kabupaten Kepulauan tentang Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa.
Sikap penolakan ini di sampaikan oleh bapak Jemy Leplepem kepada wartawan media ini, terkait dengan Rancangan Perdes yang dinilai tidak jelas dalam mengatur hak-hak warga masyarakat hukum adat secara detail.
Menurut Jemy, Ranperdes yang disusun tidak jelas mengatur tentang apa yang disebut dengan kepemilikan hak ulayat, hak atas tanah adat, Hutan Adat, dan perairan pesisir kerakyatan.
“Rancangan Perdes yang digodok oleh tim 13, dalam hal ini anak-anak dari Desa Ngaibor, rancangan mereka tidak secara detail mengakomodir hak-hak adat termasuk tanah adat, hutan adat termasuk hak-hak ulayat dan perairan pesisir kerakyatan di Desa Ngaibor.
Apabila dikaitkan dengan Perda 02 tahun 2022 tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat itu jelas tentang tanah adat itu di kuasai dan di miliki oleh marga secara turun temurun. Jadi itu sudah menjadi hak paten dari sejak leluhur sampai sekarang. Sehingga dari Peraturan Desa yang di rancang tidak termuat masalah hak adat marga secara detail”. Jelasnya.
Dalam Rancangan Perdes yang di susun, lanjutnya, pada BAB 3 pasal 4 angka 2 huruf d menyebutkan kewenangan Desa meliputi pengelolaan tanah Desa. Pertanyaannya, Desa punya tanah yang mana? Sementara yang punya tanah di Desa ini adalah marga-marga sebagai pemilik hak ulayat. Ini kan tidak jelas, tanah Desa yang mana yang di olah oleh Desa.
Oleh karena itu Ikatan Keluarga besar marga Leplepem menyatakan sikp menolak Rancangan Peraturan Desa (Ranperdes) Desa Ngaibor tentang Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa. Tegasnya. Penanggung jawab Ikatan Keluarga Besar Marga Lelepem adalah bapak Efradus Leplepem,sebagai Ketua marga dan didukung oleh 20 anggota marga Leplepem. (Moses)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar