Kepulauan Aru, SNN.com - Salah satu Kontraktor Senior yang namanya tidak disebut, menjelaskan bahwa ada 4 orang yang bertanggungjawab penuh terhadap sebuah pekerjaan kontruksi yaitu; Kontraktor Pelaksana, Konsultan Pengawas, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
Dijelaskan bahwa, setelah Perhitungan bersama atas kemajuan Pelaksanaan pekerjaan terpasang, maka Kontraktor Pelaksana membuat Laporan Kemajuan Pekerjaan (Progers), yang diperiksa oleh konsultan Pengawas, kemudian disetujui oleh Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), dan selanjutnya disahkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Dengan dasar progress tersebut kontraktor pelaksana menyampaikan surat prmintaan pembayaran sebesar nilai progress kepada PPK, kemudian PPK mengajukan Surat permintaan pembyaran trsebut kepada KPA, dan KPA menyampaikan disposisi kepada Kasubag keuangan dan selanjutnya diterbitkan berita acara pembayaran, Surat Perintah Membayar (SPM) dan Kwitansi Pembayaran. Kepala Dinas sebagai Kuasa Pengguna Anggaran, punya tanggungjawab sebagai Pejabat Penandatanganan Surat Perintah Membayar (PPSPM).
Oleh karena itu, Kepala Dinas skaligus sebagai KPA, apabila berhati-hati dan teliti untuk mencegah terjadinya masalah dikemudian hari, haruslah lebih dulu melakukan On The Spot atau turun lapangan untuk memastikan apakah progress yang disetujui/disahkan oleh PPK itu sudah sesuai ataukah tidak. Apabila Kepala Dinas saat melakukan on The Spot, dan ternyata ditemukan kemajuan pekerjaan belum mencapai progress yang di ajukan, maka Kepala Dinas berkewenangan menolak progress yang di ajukan oleh PPK, untuk dilakukan perhitungan ulang.
“Jadi kalau KPA yang teliti dan takut bermasalah, dia harus turun lapangan, untuk memastikan progress pekerjaan yang telah disahkan oleh PPK. Karena progress yang disahkan PPK, misalnya tertuang item pekerjaan yang sudah terpasang, namun ternyata dilapangan ditemukan lain dan belum terpasang, maka sudah pasti progress yang disahkan PPK itu, tidak benar dan harus ditolak dan dilakukan penghitungan kembali. Kepala Dinas sebagai pejabat yang menandatangani Kwitansi dan Surat Perintah Membayar untuk proses pencairan Anggaran, dan karena itu, apabila sebuah paket pekerjaan konstruksi bermasalah, maka Kepala Dinas sebagai Kuasa Pengguna Anggaran jangan Cuci Tangan. Bicara realisasi pencairan anggaran terhadap satu paket pekerjaan, itu dilampirkan dengan sejumlah dokumen yang ditandatangai oleh 4 pihak yaitu Kontraktor, Konsultan Pengawas, PPK dan Kepala Dinas/KPA. Anehnya 4 pihak yang tandatangan dokumen, tetapi satu orang saja yang ditahan sebagai tersangka. Artinya bahwa diantara 4 pihak tersebut jika salah satu dari antara mereka tidak menandatangai dokumen pencairan, berarti dia aman dan bebas dari masalah. Karena, apabila Kepala Dinas tidak mengeluarkan disposisi, dan tidak menandatangani kwitansi dan SPM, maka sudah tentu proses pencairan juga tidak jalan dan tentunya tidak ada kerugian Negara. "Jelas Sumber.
Sumber mencontohkan kasus korupsi pada proyek pekerjaan gedung kantor perumahan dan kawasan pemukiman Kabupaten Kepulauan Aru, dimana 4 pihak yakni kontraktor, konsultan pengawas, PPK dan KPA/Kepala Dinas, menjadi tersangka karena mereka semua yang menandatangi dokumen pembayaran.
Lain masalahnya, ungkap sumber, bahwa kasus korupsi pada proyek pekerjaan Jalan Lingkar Pulau Wamar, tahun anggaran 2018, dimana dalam proses penanganan kasusnya, Penyidik Polres Aru, hanya menetapkan PPK sebagai tersangka, sementara Kontraktor, konsultan pengawas dan KPA/ Kepala Dinas yang turut menandatangani sejumlah dokumen, bebas dari masalah Hukum.
Perlu diketahui bahwa Dak Afirmasi tahun 2018 sebesar Rp.15,594.000.000., yang disalurkan di Pemda Aru, melalui Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi RI, semula direncanakan untuk beberapa paket Pengadaan, diantaranya adalah;
1.untuk pembangunan dermaga pelabuhan rakyat di Desa Jerol Kecamatan Aru Selatan, dengan Pagu anggaran sebesar Rp.8.864.300.000.,
2.untuk pembangunan tambatan perahu di Desa Jabulenga, nilainya Rp.1.400.000.000.,
3.pembangunan tambatan perahu di Desa Warloy dengan nilai pagu Rp.1.400.000.000.,
4.pembangunan tambatan perahu di Desa Langhalau dengan nilai pagu Rp.1.400.000.000.,
5.pengadaan 2 unit mobil pickup di Desa Longgar, dengan nilai pagu Rp.700.000.000.,
6.pengadaan 2 unit mobil pickup di Desa Meror, dengan nilai pagu Rp.700.000.000.,
7.pengadaan satu unit mobil pickup di Desa Wokam dengan nilai pagu Rp350.000.000., dan untuk kegiatan penunjang, dengan nilai pagu Rp.779.700.000.
Perencanaan pengadaan sejumlah paket tersebut, kemudian diubah, dan dialihkan untuk pekerjaan jalan Lingkar Pulau Wamar, dengan total Dak Afirmasi sebesar Rp.15.594.000.000.,
Berdasarkan data Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI Perwakilan Maluku atas Laporan Keuangan Pemkab Kepulauan Aru TA 2018 Nomor 12. C/HP/XIX.AMB/O7/2019 pertanggal 30 Juli 2019 menyebutkan kerugian negara atas pekerjaan pembangunan jalan lingkar pulau Wamar Durjela, Tempat Wisata Papaliseran pada Dinas PUPR setempat, senilai Rp.2.784.567.482,51.
“Dari kerugian Negara, sebesar 2,7 milyar rupiah tersebut, sesuai Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI, penyidik Polres Aru, hanya menetapkan satu orang tersangka yaitu Listiwaty sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Dinas PUPR Kabupaten Kepulauan Aru, sementara Kontraktor, Konsultan Pengawas dan KPA, bebas dari masalah Hukum.
Dalam kasus ini, proses hukum di Aru, dinilai tidak adil, karena ada 4 orang yang bertanggungjawab penuh, terhadap pengesahan Progres pekerjaan dan proses permintaan pencairan anggaran, tetapi sangat disayangkan, hanya PPK yang ditahan”. Kesal sumber.
Selain itu, apabila program dan anggaran sudah ditetapkan dalam Perda APBD tahun anggaran 2018, tetapi kemudian diubah, maka dinilai telah terjadi pelanggaran hukum terhadap peraturan Daerah tentang penetapan APBD tahun anggaran 2018, yang mesti diproses hukum. Olehnya itu, sumber minta agar kedepan bilamana ada kasus korupsi atas Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah dalam hal ini proyek pekerjaan konstruksi maka Polisi dan atau Kejaksaan wajib mentersangkakan 4 pihak dimaksud (Kontraktor, Konsultan Pengawas, PPK dan KPA), karena mereka punya peran masing-masing dan bertanggungjawab langsung pada dokumen-dokumen yang ditandatangani.
“Diharapkan, pada dugaan kasus korupsi jumbo di daerah ini seperti proyek pekerjaan Pelabuhan Rakyat Desa Jerol, pekerjaan jembatan Marbali, dan gedung perpustakaan Daerah, wajib diperiksa 4 pihak tersebut". Harap Sumber. (Moses)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar