Minggu 12 Oktober 2025
Pangkalan Bun – Di sudut Kelurahan Kumai Hulu, Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) seorang gadis muda dengan tangan mungilnya meracik ramuan tradisional penuh khasiat. Namanya Siti Aminah, lahir 1 Juli 2003. Bukan dari keluarga berada, bukan pula lulusan perguruan tinggi ternama. Namun dari kesederhanaan itulah tumbuh sebuah tekad besar: mengangkat jamu tradisional menjadi jalan hidup dan sumber harapan.
Sejak duduk di kelas 3 SMA tahun 2023, Minah—begitu ia biasa disapa—mulai membuat jamu kunir asam dan air jahe. Tak sekadar ikut-ikutan, Minah mulai serius menekuni proses meracik jamu. Dari memilih kunyit, kencur, jahe merah hingga menyaring dan mengemasnya secara bersih dan menarik.
Setiap pagi, dapur rumahnya berubah menjadi "pabrik kecil" produksi jamu. Dengan peralatan sederhana—kompor, blender seadanya, dan alat pemeras manual, Minah memproduksi 30 botol jamu per hari, terdiri dari 20 botol kunir asam dan 10 botol air jahe.
"Awalnya saya malu, karena teman-teman sibuk kuliah atau kerja di kantor. Tapi saya sadar, rezeki itu bukan tentang tempat, tapi usaha. Selama halal dan bermanfaat, saya jalani,” ujar Minah sambil tersenyum.
Meski sudah lulus SMA, Minah tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi karena kondisi ekonomi keluarga. Namun ia tak menyerah. Justru, ia semakin serius mengembangkan usaha jamunya. Ia mulai menjual dari rumah ke rumah, ke pasar tradisional, hingga menerima pesanan melalui WhatsApp dan Instagram.
"Kadang orang bilang jamu itu minuman orang tua. Tapi saya ingin ubah pandangan itu. Anak muda juga harus bangga dengan warisan leluhur sendiri,” katanya.
Kini, jamu racikan Siti Aminah telah dikenal di sekitar Kumai, bahkan beberapa pelanggan dari Pangkalan Bun dan luar daerah rutin memesan lewat sistem pre-order. Ia memberi nama produknya “Mina Herbal”—gabungan dari nama panggilannya dan kata ‘herbal’ sebagai simbol semangatnya untuk mempopulerkan jamu secara modern.
Meski produknya sudah diminati, Minah belum lepas dari tantangan. Modal usaha yang terbatas membuatnya kesulitan membeli alat produksi seperti kompor gas yang lebih besar, blender berkualitas, mesin pemeras kunyit, dan alat pencuci bahan baku. Semua masih dilakukan secara manual, menguras tenaga dan waktu.
"Kalau punya alat lebih bagus, saya bisa produksi lebih banyak, bahkan bisa ajak teman-teman bantu dan buka lapangan kerja kecil-kecilan,” tuturnya penuh harap.
Harapan untuk Pemerintah Daerah
Di tengah usahanya yang terus tumbuh, Siti Aminah menyampaikan harapan kepada pemerintah daerah, khususnya dinas atau instansi yang membidangi pemberdayaan UMKM dan ekonomi kerakyatan, agar dapat memberikan dukungan nyata dalam bentuk bantuan peralatan kerja maupun pelatihan kewirausahaan.
"Kalau dibantu peralatan kerja, produksi saya bisa lebih banyak. Saya juga ingin belajar mengembangkan usaha lebih besar. Harapannya, usaha kecil seperti saya ini bisa terus dibina dan diberdayakan,” kata Minah.
Dari dapur kecil di Kumai, Siti Aminah tak hanya meracik jamu—ia sedang meracik masa depan.
Semoga tangan-tangan muda seperti Minah mendapat ruang dan dukungan yang layak untuk tumbuh dan mekar menjadi inspirasi bagi banyak orang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar