Sorot Nuswantoro News

Berita Online dan cetak, "CEPAT, TEPAT, LUGAS DAN BERANI" dari LAMONGAN untuk NUSANTARA

Minggu, 24 November 2024

Mantan Sekda Aru Tameng Pembodohan Dan Pembohongan Publik

Kepulauan Aru, SNN.com - Salah satu Tokoh masyarakat Aru, M. Rendy Walay, menilai orasi politik yang disampaikan oleh Bpk. Ely Darakay sebagai tim kampanye Paslon 01 adalah sebuah proses pembodohan dan pembohongan public, dengan menjadikan Mantan Sekda Aru sebagai Tameng untuk berlindung.

Menurut Rendy, Orasi Politik yang di sampaikan oleh bpk. Ely Darakay, menyebutkan bahwa  Sesuai Permendagri Nomor 45 tahun 2016 Tentang Pedoman Penetapan Dan Penegasan Batas Desa. Pasal 3 Ayat 1, Bupati Berkewenangan Membentuk Panitia/Tim Penetapan Dan Penegasan Batas Desa, dan pada ayat 2 menjelaskan Ketua Panitia Adalah Sekda.

Pernyataan Ely Darakay di Atas adalah sebuah proses Pembodohan, karena Sesuai Permendagri Nomor 45 tahun 2016 Tentang Pedoman Penetapan Dan Penegasan Batas Desa. Pasal 7  mengatakan, (1)Tim PPB Des Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c susunan keanggotaan, terdiri atas: 
a.Ketua : Bupati/Walikota dan/atau Wakil Bupati/Wakil Walikota. 
b.Wakil Ketua : Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota. 
c.Anggota : 1.Asisten Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota yang membidangi pemerintahan; 2.Kepala Bagian yang membidangi pemerintahan Desa; 3.Kepala Bagian Hukum; 4.Pejabat dari Satuan Kerja Perangkat Daerah dan/atau instansi pemerintah terkait lainnya; 5.Camat dan/atau perangkat kecamatan; 6.Kepala Desa/Lurah dan/atau perangkat Desa/kelurahan; dan 7.Tokoh Masyarakat.

“Dari penjelasan pasal ini, ternyata dapat mengatur bahwa Ketua Tim Penetapan Penegasan Batas wilayah Desa itu adalah Bupati, dan bukan Sekda seperti yang disebut dalam orasi. Ini namanya pembodohan dan pembohongan kepada masyarakat”. Kesal Rendy Walay.

Pembodohan Yang Berikut, lanjut Rendy, dalam orasi politik bpk. Ely Darakay, mengatakan Sekda Punya Kewenangan untuk menandatangai Peraturan Daerah (PERDA). 
Pernyataan Bpk Ely Darakay, tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang diubah kedua kalinya, yang megatur Tentang Proses Pembentukan Peraturan Daerah itu Terbagi dalam 5 Tahap Yaitu Perencanaan, Penyusunan, Pembahasan, Penetapan/Pengesahan Dan Pengundangan.

1.Pada Proses Perencanaan, penyusunan Peraturan Daerah dilakukan dalam Program Legislasi Daerah (“prolegda”).
2. Penyusunan; Rancangan PERDA dapat berasal dari DPRD atau gubernur/ Bupati.[12] Selain itu, rancangan PERDA dapat diajukan oleh anggota, komisi, gabungan komisi, atau alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani bidang legislasi.
3.Pembahasan rancangan peraturan daerah dilakukan oleh DPRD bersama gubernur/ Bupati. Pembahasan bersama dilakukan melalui tingkat-tingkat pembicaraan. Tingkat-tingkat pembicaraan dilakukan dalam rapat komisi/panitia/badan/alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani bidang legislasi dan rapat paripurna. 
4.Penetapan/Pengesahan, Rancangan PERDA yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan gubernur/Bupati disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada gubernur/Bupati untuk ditetapkan menjadi peraturan daerah. Penyampaian rancangan perda dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama. Rancangan perda ditetapkan oleh gubernur /Bupati dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lama 30 hari sejak rancangan perda disetujui bersama oleh DPRD dan gubernur/ Bupati. dan 5.Pengundangan 
Dari ketentuan pembentukkan PERDA  yang disebutkan di atas, Apabila Ely Darakay menyampaikan bahwa Mantan Sekda Aru, Moh Djumpa, punya kewenangan menandatangi PERDA, Maka itu adalah sebuah Pembodohan Publik dan Mantan Sekda di jadikan sebagai Tameng Pembodohan dan Pembohongan Publik.

Pernyataan Ely Darakay dalam Kampanye Akbar tanggal 22 Nopember 2024, kata Walay, menyebutkan dalam orasi bahwa, “Pasal 8 Perda Nomor 2 tahun 2022 tentang pengakuan dan perlidungan masyarakat hukum adat Aru Ursia Urlima dimana dalam pasal 8 ayat 1 dan 3 ternyata disitu melindungi atau mengakui hak pribadi atau hak kelola pribadi. Dan oleh karena itu siapa orang yang memasukkan pasal itu kalau saudara-saudara cerdas membuka Perda itu, maka pasti mantan sekda Aru ada dan menandatangani, karena dia sebagai sekretaris Daerah punya kewenangan untuk menandatangai Perda itu sebagai UU di Daerah. Maksudnya adalah bahwa setiap Peraturan Daerah itu harus diundangkan sebagai lembaran Daerah”. 

“Dimana-mana itu Bupati dan DPRD yang mengesahkan dan menandatangai PERDA, bukan Sekda. Sekda mungkin hadir bersama bupati, tetapi dalam pembahasan dan pengesahan itu kewenangan Bupati dan DPRD”. Ucap Walay.

Ditambahkan Rendy Walay, bahwa sebagai teman seperjuangan Pemekaran Kabupaten Aru, saya M Rendy Walay kaget dengan penyampaian materi Kampanye seperti itu. Sangat disayangkan, Ely seorang Elit di daerah ini sekaligus mantan anggota DPRD 2 periode tetapi bisa berpendapat demikian, karena sebagai mantan anggota Dewan pasti sangat tahu alur penyusunan PERDA, Namun Materi Kampanye tentang PERDA menyalahkan Mantan Sekda Aru, yang saat ini sebagai Calon Wakil Bupati Aru Nomor 02. 

Seharusnya saat kampanye pa Ely menyampaikan Visi Misi dan program kerja Calon, bukan menjelek-jelekkan calon lain dengan informasi dan isu yang tidak benar kepada masyarakat. Tanggung jawab Bupati, tetapi yang disalahkan itu Sekda. Pa Ely ini kan ketua Lembaga Masyarakat Adat Aru, di daerah ini, seharusnya Lembaga ini punya peranan untuk membantu Pemerintah Daerah terkait hak-hak adat dan batas-batas wilayah Desa masing-masing dan menyampaikan kepada Pemerintah Daerah. Bukan sebaliknya menyalahkan Sekda, dan menjadikan mantan Sekda sebagai tameng untuk berlindung dari kelalaian tanggung jawab. 

Pertanyaannya, Apakah Sengketa wilayah di Desa itu seorang Sekda yang harus didepan atau kah lembaga adat Masyarakat yag harus di depan? Apa lagi lembaga adat yang dipimpin oleh pa Ely, setiap tahun mendapat dana hibah dari pemerintah Daerah, yang seharusnya dengan dana hibah itu dapat berperan menyelesaikan sengketa dan batas wilayah di desa-desa dan menyampaikan kepada Pemerintah Daerah, bukan sebaliknya menjadikan mantan Sekda Aru sebagai tameng untuk berlindung. Papar Walai dalam komentarnya melalui Whats App yang dikirim kepada wartawan media ini. (Moses)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SOROT NUSWANTORO NEWS "dari LAMONGAN untuk NUSANTARA"