Minggu 19 Oktober 2025
Kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM), khususnya jenis subsidi seperti Pertalite, kembali terjadi di Pangkalan Bun dan sekitarnya. Antrean kendaraan mengular di berbagai SPBU menjadi pemandangan sehari-hari. Bukan hanya menyulitkan masyarakat umum, tapi juga menimbulkan keresahan sosial, terutama di kalangan pengguna kendaraan roda dua dan pelaku usaha kecil yang bergantung pada BBM subsidi untuk mobilitas mereka.
Di tengah situasi ini, muncul fenomena yang cukup mencengangkan: permintaan agar SPBU menyediakan jalur khusus untuk pengetap atau pelangsir. Sebuah usulan yang—jika dipikirkan secara logis dan hukum—justru menunjukkan cara berpikir yang keliru dan menyesatkan.
BBM Subsidi: Untuk Siapa Sebenarnya?
BBM subsidi adalah bentuk bantuan negara untuk rakyat kecil, bukan untuk diperjualbelikan kembali demi keuntungan segelintir orang. Pemerintah telah mengatur distribusinya agar tepat sasaran, yakni untuk masyarakat yang benar-benar membutuhkan. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa banyak kendaraan pribadi, bahkan kendaraan tidak sesuai STNK atau menggunakan barcode ganda, bolak-balik mengisi BBM dengan tujuan mengetap.
Inilah yang kemudian menjadi akar persoalan. Ketika BBM subsidi yang seharusnya dinikmati oleh masyarakat umum justru dikuasai oleh oknum pengetap, maka kelangkaan menjadi sesuatu yang tidak terhindarkan. Bukan karena stok yang kurang, tetapi karena distribusi yang tidak adil.
Melihat situasi ini, Polres Kotawaringin Barat pun turun tangan. Pada Sabtu, 18 Oktober 2025, personel Polres Kobar melakukan pengecekan langsung ke sejumlah SPBU di wilayah Kecamatan Arut Selatan, termasuk di dalam Kota Pangkalan Bun.
Hasilnya? Banyak praktik mencurigakan terungkap. Dari penggunaan kendaraan tidak sesuai STNK, barcode BBM subsidi ganda, hingga kendaraan dengan tangki modifikasi. Polisi juga menindak operator SPBU yang masih melayani pembelian dengan jeriken dan tangki tidak standar.
Kapolres Kobar, AKBP Theodorus Priyo Santosa, S.I.K., dengan tegas menyatakan bahwa kegiatan patroli ini bertujuan menciptakan kondisi yang aman dan memastikan tidak ada penyelewengan distribusi BBM subsidi.
Jalur Khusus Pengetap? Solusi yang Menyesatkan
Permintaan agar dibuat “jalur khusus” bagi para pengetap adalah bentuk pembenaran terhadap pelanggaran hukum. Ini sama saja memberikan karpet merah bagi mereka yang selama ini justru menjadi penyebab kelangkaan BBM.
Jika ini dibiarkan, maka kita sedang membangun sistem yang mengakomodasi penyalahgunaan, bukan menertibkannya. Pemerintah dan aparat sudah jelas menyatakan bahwa pengetapan BBM adalah tindak pidana sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Sanksinya tidak main-main: penjara hingga 6 tahun dan denda Rp60 miliar.
Solusi: Pengawasan dan Kesadaran Bersama
Mengatasi kelangkaan BBM bukan perkara mudah, tapi bukan berarti tidak mungkin. Diperlukan langkah-langkah konkret dan berkelanjutan seperti:
Pengetatan pengawasan SPBU
Penggunaan sistem barcode yang terintegrasi dan tidak bisa disalahgunakan
Penindakan tegas terhadap oknum pelangsir
Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya menggunakan BBM subsidi secara bijak
Yang tak kalah penting, masyarakat sendiri harus ikut berperan. Tidak ada gunanya saling menyalahkan jika pada akhirnya praktik curang masih dianggap “lumrah”. Subsidi negara adalah hak bersama, dan menggunakannya dengan cara curang sama saja dengan mencuri dari rakyat lain yang lebih membutuhkan.
Penutup
Kelangkaan BBM di Pangkalan Bun memang menjadi masalah serius. Tapi masalah ini tidak bisa diatasi dengan memfasilitasi pelanggaran. Pengetap memang harus jadi sorotan—bukan untuk diberikan jalur khusus, tapi untuk ditertibkan dan ditindak.
Sudah saatnya kita semua, dari masyarakat hingga pengelola SPBU, aparat, dan pemerintah daerah, bersinergi menjaga keadilan distribusi BBM subsidi. Karena BBM bersubsidi bukan untuk dibisniskan—melainkan untuk menopang kehidupan masyarakat kecil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar