Sorot Nuswantoro News

Berita Online dan cetak, "CEPAT, TEPAT, LUGAS DAN BERANI" dari LAMONGAN untuk NUSANTARA


Selasa, 28 Oktober 2025

Budaya Adalah Peta Jalan Yang di Wariskan Dari Generasi ke Generasi

Kepulauan Aru, SNN.com - Budaya adalah peta jalan yang dibentuk oleh ratusan generasi/ yang di wariskan dari Generasi ke Generasi. Ia mengajarkan kita cara hidup yang benar, berinteraksi dengan alam, dan menyelesaikan konflik dengan bijaksana. Makna budaya sebagai peta jalan ini, di sampaikan Bupati Aru, Timotius Kaidel dalam sambutannya pada saat membuka kegiatan “Semarak Budaya” tahun 2025 yang berlangsung di Hotel New grand Aru, minggu 26/10/25.

Turut hadir, Ibu Mercy Chriesty Barends, ST, Anggota DPR RI,  Fraksi PDI Perjuangan, Ketua DPRD Aru, ibu Fenny Silvana Loy. Forum Koordinasi Pimpinan Daerah dan Pimpinan OPD Kabupaten Kepulauan Aru.

Bupati Kaidel dalam sambutannya, mengatakan, berbicara tentang “Semarak Budaya” sering kali kita hanya membayangkan tarian indah, music yang merdu, atau pakaian adat yang megah, dan tentu itu adalah manifestasi yang wajib dilestarikan. Kebudayaan bukanlah sekadar komoditas untuk tontonan turis, tetapi Budaya adalah peta jalan yang dibentuk ratusan generasi yang mengajarkan kita cara hidup yang benar, cara berinteraksi dengan alam, dan cara menyelesaikan konflik dengan bijaksana. 

Dikatakan, sejarah bukanlah tentang tanggal dan peristiwa, melainkan tentang nilai-nilai yang diwariskan oleh leluhur. “Budaya adalah peta jalan yang berisi panduan tentang cara hidup yang benar, cara berinteraksi dengan alam, dan cara menyelesaikan konflik dengan bijaksana. Dua pilar utama yang membentuk karakter Aru, adalah hubungan kita dengan alam dan hubungan kita dengan sesama”. Tandasnya. 

Dijelaskan, bahwa ketika kita berbicara tentang Aru, kita berbicara tentang air dan hutan. Para leluhur kita, telah mengajarkan cara hidup berkelanjutan yang sangat maju, jauh sebelum dunia mengenal istilah Sustainable Development atau pembangunan yang berkelanjutan.

Merujuk pada praktik Sasi, kata Kaidel, sasi adalah sistem larangan adat, entah itu di laut untuk komoditas seperti teripang, atau di darat untuk hasil hutan tertentu. Sasi adalah hukum konservasi yang dijalankan dengan kepatuhan spiritual. Ketika Sasi dibuka, kita merayakan panen raya, bersyukur kepada Leluhur/Tuhan atas rezeki yang diberikan.

Menurut Kaidel, Kepulauan Aru yang dikenal dengan sebutan “Jar Garia” memiliki falsafah sosial Sitakaka Walike, yang bermakna persaudaraan, solidaritas, dan kebersamaan lintas marga serta agama. 

Dikatakan, Kerukunan umat beragama di Aru, merupakan pondasi utama dan kunci keberhasilan pembangunan di daerah ini.
“Kerukunan umat beragama di Aru merupakan pondasi utama pembangunan. Ketertiban dan keamanan yang kondusif adalah kunci keberhasilan daerah ini. Sebagai wilayah kepulauan, masyarakat Aru harus bangga dengan identitasnya sebagai bangsa maritim sejati. Perlu didorong agar kegiatan budaya dijadikan momentum untuk mempromosikan Aru di tingkat nasional maupun internasional. Kita harus tunjukkan bahwa Aru adalah benteng budaya yang kuat dan aktif berkontribusi pada keragaman budaya Indonesia”. Tegasnya. (Moses)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SOROT NUSWANTORO NEWS "dari LAMONGAN untuk NUSANTARA"