Kepulauan Aru, SNN.com - Salah satu sumber yang tidak mau menyebutkan namanya menilai bahkan dengan tegas mengatakan bahwa Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Kepala Pengguna Anggaran (KPA) sebagai tersangka dalam kasus Jembatan Jerol. Karena menurut sumber, PPK dan KPA yang membuat progress 50% pekerjaan terpasang pada pembangunan Jembatan Jerol tahun anggaran 2019, untuk proses pencairan anggaran.
“Atas dasar apa PPK dan KPA membuat progress 50%, sementara satu tiang jembatan pun belum terpasang. Kalau progress dibuat 30% itu wajar karena biaya mobilisasi bahan material pembangunan. Jadi disitulah PPK dan KPA punya kesalahan dan bisa disebut sebagai tersangka atas dugaan kasus Jembatan Jerol, karena pekerjaan belum terpasang sama sekali”. Tegasnya.
Menurut sumber, kalaupun alasan Dinas dan Penyedia bahwa terjadi konflik yang dapat menghambat pekerjaan pembangunan Jembatan Jerol, maka seharusnya ada proses penyampaian Laporan Poisi dengan melibatkan Aparat Penegak Hukum (APH) dan Inspektorat. Pada saat terjadi konflik, Penyedia dan Dinas harus membuat laporan Polisi sebagai bukti atas konflik petuanan yang terjadi sehingga dapat dibuktikan secara Hukum.
“Pada saat terjadi konflik, pihak Dinas dan penyedia harus melakukan proses dan ekspos masalah yang terjadi, dengan melibatkan APH dan Inspektorat dan dimuat dalam surat keterangan sebagai pegangan pihak Dinas dan penyedia. Sehingga kalau pihak Dinas dan kontraktor menyampaikan alasan konflik, maka bisa dibuktikan dan dibenarkan secara hukum. Tetapi apabila pihak Dinas dan kontraktor menyampaikan alasan bahwa terjadi masalah konflik dan sasi petuanan, maka pertanyaannya apakah ada bukti surat laporan polisi atas konflik petuanan tersebut? Kalau dinas dan kontraktor ada buat laporan polisi, pasti punya pegangan sebagai bukti hukum.” Jelasnya.
Sumber menjelaskan bahwa mekanisme sebuah proyek, setelah kontrak ditandatangani, maka diproses pencairan uang muka untuk mulai kerja. Tetapi kalau bicara progress berarti pekerjaan sudah harus terpasang.
“Mekanisme sebuah proyek, bahwa setelah penandatangan kontrak selesai, proses pencairan uang muka untuk mulai kerja. Tetapi kalau bicara progress, itu berarti pekerjaan sudah harus terpasang. PPK dan KPA membuat progress 50% atas dasar apa?, Tanya sumber. Itu kesalahan yang fatal, lanjutnya, yang di lakukan PPK dan KPA. karena sesuai aturan ada uang muka, kemudian pembuatan progress kalau ada pekerjaan yang terpasang.” Katanya.
Sumber menegaskan bahwa, tanggungjawab mutlak ada pada Dinas Perhubungan, karena progress tersebut dibuat oleh Dinas untuk proses pencairan anggaran sehingga dapat diduga ada terjadi kong kalikong antara Dinas dan Pihak Kontraktor, termasuk juga pengawas lapangan yang turut menandatangani progress pekerjaan.
“Tanggungjawab mutlak itu ada pada Dinas Perhubungan, karena ada progress baru bisa ada pencairan anggaran. Ini di duga ada kong kalikong Dinas dengan pihak kontraktor. Termasuk juga Pengawas Lapangan dari Dinas Perhubungan yang harus bertanggungjawab, karena dia yang melakukan pengawasan dilapangan, yang turut menandatangani progress pekerjaan.” Tegasnya. (Moses)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar