Pangkalan Bun, SNN.com – Ketua Umum Ormas Betang Mandau Telawang Kotawaringin Barat (Kobar), Kristianto D. Tunjang atau yang akrab disapa Deden, menjalani pemeriksaan intensif oleh penyidik Satreskrim Polres Kobar, Kalimantan Tengah (Kalteng), pada Jumat (11/7/2025) mulai pukul 10.00 WIB hingga 17.30 WIB. Pemeriksaan tersebut merupakan buntut dari laporan hukum yang dilayangkan oleh pihak PT Gunung Sejahtera Ibu Pertiwi (GSIP), perusahaan sawit yang merupakan bagian dari Astra Agro Lestari Group.
PT GSIP melaporkan Deden atas dugaan melanggar Pasal 107 huruf a Undang-Undang Perkebunan Nomor 39 Tahun 2014, dengan tuduhan menduduki, menguasai, dan menghalangi proses investasi perusahaan di Desa Pandu Sanjaya, Kecamatan Pangkalan Banteng, Kabupaten Kotawaringin Barat.
Namun, kuasa hukum Deden, Marden, SH, MH, menegaskan bahwa tindakan kliennya justru merupakan bentuk pembelaan terhadap masyarakat Desa Pandu Sanjaya. Ia menjelaskan bahwa warga setempat telah memberikan mandat kepada Ormas Betang Mandau Telawang untuk membantu mengurus lahan desa yang dinilai sebagai lahan potensi namun telah dikuasai secara sepihak oleh PT GSIP.
"Setelah kami konfirmasi ke BPN Kotawaringin Barat, diketahui bahwa lahan yang dikuasai PT GSIP tersebut berada di luar HGU atau belum memiliki izin resmi dari negara,” terang Marden kepada awak media usai pemeriksaan.
Deden, selaku ketua umum sekaligus warga Desa Pandu Sanjaya, menambahkan bahwa tidak ada unsur kekerasan maupun tindakan anarkis saat Ormas dan masyarakat meminta penghentian aktivitas perusahaan di lahan sengketa tersebut.
"Kami hanya menjalankan fungsi sosial kami sebagai Ormas. Warga meminta bantuan, dan kami bertindak demi kepentingan bersama. Ini bukan tindakan kriminal, tapi perjuangan mempertahankan hak masyarakat,” tegas Deden.
Pernyataan Deden dikuatkan oleh salah satu warga setempat yang enggan disebutkan namanya, yang mengatakan bahwa tindakan penghentian kegiatan oleh masyarakat dilakukan secara damai dan tanpa intimidasi.
Saat ini, penyelidikan terus dilakukan oleh pihak Polres Kotawaringin Barat untuk mengungkap kebenaran dalam perkara ini. Masyarakat menunggu kejelasan hukum: apakah Ormas dan warga yang melindungi tanah desa bisa dianggap ilegal, atau justru perusahaan yang menjalankan aktivitas di luar izin resmi yang patut dipertanyakan legalitasnya?
Kasus ini pun menjadi sorotan luas, mencerminkan konflik laten antara masyarakat adat dan perusahaan besar terkait kepemilikan dan pengelolaan lahan perkebunan di Kalimantan Tengah.(Neya Utih).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar