Kepulauan Aru, SNN.com - Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) menemukan kelebihan pembayaran uang muka dari Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Aru, Provinsi Maluku kepada kontraktor pelaksana 7 proyek fisik Tahun Anggaran 2018.
Nilainya 3.061.112.500 *(Tiga Milyar Enam Puluh Satu Juta, Seratus Dua Belas Ribu, Lima Ratus Rupiah)*
Ketujuh proyek fisik bermasalah yang uang mukanya bermasalah dan mesti dikembalikan oleh pihak ke tiga dalam hal ini kontraktor pelaksana kepada Negara melalui Pemkab Aru masing - masing, Pekerjaan pemeliharaan berkala jalan tersebar dalam kota Dobo, Pekerjaan pembangunan Puskesmas Jambu Air, Pekerjaan peningkatan struktur dan kapasitas jalan Depnaker-Durjela, Pembangunan tambatan Perahu Dusun Sabersijo, pembangunan Drainase kawasan Kampung Trangan, Pembangunan Jembatan penghubung Sipur Pantai Kompleks Marlasi, dan Pembangunan Jembatan penghubung Fanan Jaya.
Ironisnya, kendati Pemkab Aru telah berulang kali memperingati pihak ketiga yang menangani ketujuh proyek fisik tersebut namun pihak ketiga seakan acuh.
Faktanya hingga saat ini apa yang menjadi temuan BPK RI terhadap kerugian negara yang diakibatkan oleh ulah ketujuh kontraktor pelaksana terhadap tujuh proyek fisik di daerah berjuluk bumi Jar Garia itu belum juga disetor ke negara.
Menanggapinya, Elisa Warkor salah satu kader Partai Hanura angkat bicara. Politisi muda asal Aru tengah ini mendesak Pemkab setempat untuk memproses hukum ketujuh kontraktor yang menangani ketujuh proyek fisik Tahun Anggaran 2018 tersebut.
"Ya, terkait dengan hubungan kerja sama antara kontraktor, saya mengasumsikan bahwa hubungan kerja sama tersebut terikat dalam suatu perjanjian kerja sama yang mengatur hak dan kewajiban para pihak yang mengikatkan diri. Hal mana diatur dalam Pasal 1338 Kitab Undang–Undang Hukum Perdata (“KUHPer”) yang berbunyi, segala perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Jadi kalau sampai saat ini mereka tidak peduli, ya diproses hukum saja," tandasnya, Minggu (18/12/2022).
Lebih lanjut kata dia, dengan telah mengikatkan diri dalam suatu perjanjian, sebagaimana dalam Pasal 1234 KUHPer maka tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu.
Berdasarkan hal sebagaimana tersebut di atas, terkait dengan ketidak pedulian ketujuh kontraktor yang menangani tujuh proyek fisik Tahun 2018 di Aru ini adalah suatu keadaan tidak dipenuhinya suatu perikatan (wanprestasi).
"Nah, salah satu cara untuk memberikan efek jerah, Pemkab harus ambil langkah hukum berdasarkan ketentuan Pasal 1243 KUHPer adalah menuntut penggantian biaya, ganti rugi dan bunga karena ketujuh kontraktor nakal ini tidak menaati suatu perikatan perjanjian kerja dengan cara mengajukan gugatan wanprestasi ke Pengadilan Negeri setempat," tandasnya lagi.
Reporter : Nus Yerusa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar