Pangkalan Bun SNN.com – Pengadilan Negeri (PN) Pangkalan Bun menggelar pertemuan terbuka dengan para wartawan dari berbagai media online dan televisi di ruang pertemuan resmi PN Pangkalan Bun, Senin pagi (25/08/2025).
Pertemuan ini dihadiri oleh Juru Bicara PN, Widana Anggara Putra, serta Humas PN, Ika Tina, dan diikuti oleh 15 wartawan dari media lokal hingga nasional. Fokus utama kegiatan ini adalah klarifikasi publik terkait putusan perkara sengketa lahan di Jalan Padat Karya, Kelurahan Baru, Kecamatan Arut Selatan, yang memicu reaksi dari Pemerintah Daerah Kotawaringin Barat.
Respons atas Pernyataan Pemda: “Bukan Soal Perasaan, Ini Soal Fakta Hukum”
Dalam sesi tanya jawab, beberapa wartawan menyampaikan pertanyaan tajam terkait kekecewaan Pemerintah Daerah terhadap putusan pengadilan yang dinilai “mencederai rasa keadilan masyarakat”. Pemda bahkan menyebut bahwa bukti-bukti dari pihak mereka “diabaikan” oleh majelis hakim.
Humas PN Pangkalan Bun, Ika Tina, menanggapi dengan menegaskan bahwa seluruh proses sidang dilakukan secara terbuka dan transparan, dan semua bukti dari kedua belah pihak telah diperiksa dan dipertimbangkan secara mendalam.
"Putusan ini dibacakan secara elektronik pada 21 Agustus 2025. Bukti-bukti baik dari penggugat maupun tergugat telah dianalisis secara komprehensif oleh majelis hakim. Tidak ada yang diabaikan,” ujarnya.
Ika juga menjelaskan bahwa hasil pertimbangan hukum majelis hakim tertuang dalam halaman 133 hingga 237 salinan putusan, dan masyarakat dapat mengaksesnya melalui Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP).
Jubir PN: Putusan Sah, Tidak Ada Pelampauan Kewenangan
Menanggapi tudingan bahwa pengadilan “melampaui kewenangan” karena menyatakan fotokopi SK Gubernur Kalteng Nomor DA.07/D1.5/IV/1974 tidak mengikat, Juru Bicara PN, Widana Anggara Putra, memberikan penjelasan lugas.
Putusan itu menilai SK tersebut dan turunannya tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, karena tidak memenuhi unsur validitas hukum. Ini bukan soal kewenangan, tapi soal kualitas pembuktian dalam persidangan,” tegas Widana.
Ia juga menambahkan bahwa pengadilan bekerja berdasarkan alat bukti dan hukum, bukan opini atau tekanan dari luar. Jika ada pihak yang tidak puas, jalur hukum terbuka melalui upaya banding dalam waktu 14 hari kerja sejak pembacaan putusan.
Akses Publik dan Transparansi Dijamin
Menjawab pertanyaan wartawan terkait akses publik terhadap putusan perkara perdata, pihak PN Pangkalan Bun menyatakan bahwa masyarakat berhak mengakses isi putusan, baik melalui SIPP maupun permohonan resmi ke kepaniteraan perdata.
"Kami justru menganjurkan agar pihak-pihak yang berkepentingan membaca isi putusan secara utuh. Jangan membuat opini berdasarkan potongan informasi atau asumsi,” kata Ika Tina.
Menutup pertemuan, pihak pengadilan mengajak semua pihak, termasuk pemerintah daerah, untuk menyikapi putusan hukum dengan cara yang konstruktif.
Jangan menyebarkan opini yang berpotensi membingungkan publik. Hukum tidak melihat siapa yang kuat, tapi siapa yang benar berdasarkan bukti. Bila tidak puas, gunakan hak konstitusional untuk banding, bukan membangun narasi di media,” pungkas Widana.
Catatan untuk Publik: Masyarakat atau pihak berkepentingan yang ingin mengakses isi lengkap putusan dapat mengunjungi situs resmi SIPP Pengadilan Negeri Pangkalan Bun atau mengajukan permintaan salinan melalui kepaniteraan perdata.(Amat.j)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar