Sorot Nuswantoro News

Berita Online dan cetak, "CEPAT, TEPAT, LUGAS DAN BERANI" dari LAMONGAN untuk NUSANTARA

Rabu, 22 Februari 2023

Kapolres Kubar Bantah Jika Erika Telah Melaporkan PT. EBH. AKBP Heri Rusyaman: Erika Telah Melaporkan Perusahaan Ke Kami Sih Tidak Ada

Kapolres Kutai Barat AKBP Heri Rusyaman, S.I.K., M.H
Kutai Barat, SNN.com – Pasca penutupan jalan perusahaan milik PT Energi Batu Hitam di kecamatan Muara Lawa kabupaten Kutai Barat (Kubar) menyebabkan kerugian cukup besar yang menimpa pihak perusahaan, pasalnya, bukan saja pihak perusahaan yang merugi juga karyawan yang tak berdosa pun ikut menanggung beban dari buntut pemblokiran tersebut.

Kapolres Kutai Barat AKBP Heri Rusyaman saat di wawancarai awak media di ruang kerjanya menjelaskan duduk perkara penutupan kantor dan lahan tambang batu bara PT Energi Batu Hitam (EBH), oleh warga kampung Dingin kecamatan Muara Lawa kabupaten Kutai Barat. Warga kampung Dingin yang dipimpin Erika Siluq dan Priska awalnya melakukan penutupan kantor PT EBH hingga menghentikan kegiatan perusahaan sejak awal Februari lalu.

Bahkan Priska dan Erika bersama sejumlah warga menutup jalan ke lokasi tambang dan mendirikan tenda-tenda darurat hingga menghalangi aktivitas perusahaan.
Priska dan Erika disebut menuntut ganti rugi lahan sekitar 6,3 hektare yang dipakai PT EBH untuk membangun gudang bahan peledak (Handak).

“Jadi permasalahan awalnya bahwa pihak perusahaan ini akan membangun gudang handak di lokasi yang sebenarnya tidak masuk secara langsung tapi hanya di radius 300 meter. Pembangunan sudah berjalan, komunikasi dengan pihak perusahaan pun sudah beberapa kali dilakukan tetapi mungkin dari harga yang ditentukan perusahaan dengan pihak ibu Priska dan Erika belum ada kecocokan atau kesepakatan. Kalau dengan masyarakat lain sudah clear dan tidak ada masalah, ” ujar Kapolres Senin (20/2/2023).

Kapolres mengatakan perusahaan tidak mampu memenuhi tuntutan Priska Cs karena mereka meminta ganti rugi dengan nilai fantastis.
“Artinya cukup tinggi di bandingkan dengan tanah-tanah masyarakat yang lain, kalau permintaan dari Erika itu Rp. 500 juta/hektare, kemungkinan besar kalau di gabungkan dengan tanah keluarganya sekitar 6,3 hektar permintaannya 500 juta, tetapi pihak perusahaan masih merasa keberatan dan mungkin mempertimbangkan tetapi kan penutupan tetap jalan,” kata Kapolres.
Heri mengatakan kedua belah pihak sempat saling lapor ke Polres Kubar hingga diadakan mediasi yang melibatkan pemerintah, DPRD hingga lembaga adat. Tetapi mediasi tak membuahkan hasil dan warga tetap melakukan pemblokiran di lahan tambang. Sementara pihak perusahaan merasa dirugikan akibat terhentinya kegiatan pertambangan. Atas dasar itu, pihak kepolisian memproses hukum dugaan perintangan dan menghalang-halangi kegiatan perusahaan yang dilaporkan PT EBH. Aksi warga itu juga dianggap menggangu ketertiban aktivitas perusahaan.

“Dengan dasar laporan tersebut otomatis kita melakukan pemeriksaan, kita melakukan penyidikan, kita gelar, kita mendatangi tempat kejadian perkara (TKP). Dan kebetulan di situ ada beberapa orang termasuk ibu Priska, kita lakukan mediasi, komunikasi tetapi buntu. Mau tidak mau dengan dasar laporan (perusahaan) kita membongkar dan menyita alat yang digembok dari perusahaan. Dan mereka pun menyadari bahwa perbuatan itu (menyalahi aturan). Tetapi intinya dia pengen tuntutannya ditanggapi perusahaan,” ujarnya.

Heri mengakui bahwa anggotanya sempat sedikit represif saat melakukan pembongkaran paksa tenda warga di lahan tambang Kamis (16/2/2023).
Hal itu dilakukan demi melindungi masyarakat dan menjaga agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Pasalnya polisi menemukan senjata tajam (sajam) sejenis parang yang oleh masyarakat disebut ‘mandau’.
“Mungkin emosi atau apa, kami ambil beberapa peralatan yang dijadikan pondok terus ada beberapa sajam yang kita amankan tapi untuk orangnya sih tidak kami apa-apakan,” katanya.
Menurut Kapolres tenda yang didirikan warga itu merupakan akses jalan menuju site 3 yang menjadi lokasi settling pound atau kolam pengendapan limbah tambang.
Sehingga jika tidak dilakukan perawatan maka bisa meluap dan mengancam keselamatan masyarakat maupun lingkungan sekitar. Atas dasar itu perusahaan meminta bantuan polisi melarang penutupan jalan yang dilakukan warga agar tidak membahayakan masyarakat secara umum.
“Bahkan pihak PT EBH pun membuat surat ke pimpinan daerah (Bupati) untuk dibantu mediasi agar perawatan settling pound itu karena takutnya sitepond itu jebol mau tidak mau akan merugikan masyarakat yang ada di sekitarnya,” ujar Kapolres.

“Tetapi terakhir kami dapat informasi dari Kapolsek bahwa untuk pemeliharaan site 3 pihak mereka sudah memberikan izin karena kan sudah ditutup secara adat. Karena itu tadi saya bilang kalau tidak diberikan izin, kalau ada apa-apa kan kasian masyarakat, katanya untuk kepentingan masyarakat tetapi perbuatannya malah nanti merugikan masyarakat. Kalau itu jebol, banjir padahal kesalahan mutlaknya bukan perusahaan tidak mau melakukan perawatan atau pemeliharaan tetapi karena ada masalah itu,” sambung Kapolres.

Heri Rusyaman menyebut bahwa pihak kepolisian hanya mendampingi perusahaan melakukan perawatan kolam penampung limbah yang sempat tertunda beberapa hari akibat sengketa lahan dengan warga kampung Dingin. Sebab saat ini curah hujan cukup tinggi yang bisa mengakibatkan kolam jebol. 
“Kalau musim kering saya rasa kita pun ngga akan konsen ke situlah bahkan terlalu memperhatikan tetapi kali ini curah hujan yang begitu tinggi itu tampungan air kalau jebol nanti banjir. Nanti menyalahkan perusahaan padahal perusahaan sudah ada niat untuk merawat tetapi karena ada masalah ini mungkin egonya masih tinggi tidak mau menerima masukan baik dari kita bahkan ada antipati kepada kita. Tapi pada prinsipnya kita pasti akan membela masyarakat,” ungkapnya.

Lebih lanjut. Kapolres menyebut selain perusahaan, kerugian juga dialami para pekerja karena terpaksa dirumahkan akibat terhentinya operasional tambang. Sehingga dia mendesak kedua belah pihak mencari solusi terbaik atas persoalan tersebut. 
“Salah satunya lagi yang paling nyata terhentinya proses perawatan itu ada beberapa karyawan juga tidak di pekerjakan karena situasional tidak bisa melewat di situ. Otomatis mengganggu kepentingan umum karena setelah kita koordinasi dengan pihak perusahaan pun secara aturan terkait 40% masyarakat lokal itu sudah terpenuhi. Kalau tidak salah hampir 200 lebih masyarakat lokal yang dipekerjakan di PT EBH. Sementara informasi dari perusahaan ya berhenti dulu sampai ini selesai,” imbuh Heri.

Sementara itu dikonfirmasi soal pengaduan warga kampung Dingin terkait perusakan lahan dan tanam tumbuh menurut Kapolres belum ada laporan resmi. Hanya saja pihaknya sudah melakukan pemeriksaan lokasi dan meminta klarifikasi ke berbagai pihak. Termasuk Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Kutai Barat yang menangani pencemaran lingkungan.
“Kalau informasi bahwa perusahaan melakukan pencemaran lingkungan terus ada beberapa segmen yang longsor itu pun sudah kita tindaklanjuti bahkan bekerjasama dengan Dinas Lingkungan Hidup dari Pemda, sudah turun bahwa belum dikatakan kategori pencemaran lingkungan.
“Kalau untuk longsor mungkin ada beberapa bagian yang longsor tapi kan dilihat dari kondisi saat ini adalah curah hujan yang sangat tinggi sehingga menyebabkan mungkin ada beberapa (tertimbun tanah) dan itu pun pihak perusahaan sudah siap untuk memperbaiki,” bebernya.
 
AKBP Heri mempersilakan warga melaporkan perusahaan-perusahaan nakal yang merugikan masyarakat. Dia juga berjanji untuk memproses laporan warga asal dengan bukti-bukti falid.
“Intinya sih laporan tetap akan kita proses. Kita juga mengimbau seluruhnya bukan hanya kelompok Erika, kalau memang ada hal-hal yang merugikan masyarakat yang dilakukan perusahaan apa pun, laporkan secara jalur hukum. Jangan hanya melaporkan pak Polisi kami gini gini, ternyata kami turun tidak terjadi apa-apa, tidak ditemukan nanti komplain merasa Polisi tidak turun, tidak menindaklanjuti,” tegasnya.
Polisi lanjut Heri juga tidak akan pilih kasih atau mempersoalkan masyarakat yang menuntut haknya. Hanya saja dia berpesan tuntutan itu tidak mengada-ada atau memiliki kepentingan tertentu. Dan yang terpenting tidak mengganggu kamtibmas atau merugikan masyarakat umum.
“Dasar kami menerima laporan tidak hanya lisan, via WA atau hanya pihak media tapi kalau secara tertulis, perusahaan ini melakukan pencemaran dengan dasar bukti-bukti yang ada, tidak ditunggangi kepentingan yang lain, silakan lapor kita akan proses. Tapi kalau itu ditutup milik perusahaan ya otomatis perusahaan keberatan melaporkan ke kita,” imbuh Heri.

Kapolres Kubar meminta masyarakat memperkuat legalitas tanahnya. Sebab banyak kasus yang akhirnya mentok karena saling klaim kepemilikan akibat tidak ada surat-surat tanah yang sah dari negara.
“Salah satu imbauan kita kepada masyarakat kalau itu memang punya tanahnya apakah itu tanah adat, tanah leluhurnya atau tanah warisan kalau belum punya legalitas, minimal daftarkan. Karena salah satu dasar untuk mengadukan adalah legalitas secara hukum. Walaupun itu mungkin tanah leluhur, tanah turun temurun tapi kalau tidak didaftarkan mungkin merugikan masyarakat, nanti saling klaim.

“Salah satu yang sering terjadi di Kubar ini kan perusahaan sudah bayar diklaim orang, tau-tau ada yang mengaku lagi. Nah apakah mau seperti itu terus? Makanya kita mengajak kesadaran masyarakat apalagi itu haknya. Aparat penegak hukum pasti akan membela hak masyarakat tetapi kan kita membela pun harus sesuai dengan aturan. Itu sih imbauan yang paling penting, karena bukan apa-apa ya kesadaran hukum kita terkait hak milik ini masih kurang,” pungkas Kapolres AKBP Hari Rusyaman.

Reporter : Johansyah.
Editor      : Wafa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SOROT NUSWANTORO NEWS "dari LAMONGAN untuk NUSANTARA"