Sorot Nuswantoro News

Berita Online dan cetak, "CEPAT, TEPAT, LUGAS DAN BERANI" dari LAMONGAN untuk NUSANTARA

Senin, 19 Juli 2021

Petinggi Kampung Penarong Sebut Limbah Batu Bara PT TCM Cemari Sungai Tunau. KONEDI: Minta 8 M


Kutai Barat SNN.com - Berdirinya perusahaan tambang batubara di Kutai Barat masih meninggalkan sejumlah persoalan. Diantaranya PT Trubaindo Coal Mining (TCM) yang diduga lakukan pencemaran limbah batu bara. Akibatnya sungai Tunau tak dapat lagi di fungsikan warga sekitar.

Hal tersebut disampaikan petinggi kampung Penarong Kecamatan Bentian Besar Kubar Konedi kepada awak media (11/07/2021).

"Sebelum ada perusahaan tambang batubara air bagus-bagus aja disitu jernih tidak ada tercemar. Memang kehadiran perusahaan ini ada untung ada ruginya. Kemarin sampai dibikinkan surat ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) karena memang air itu tercemar namun sayangnya saya tidak sempat foto,"kata Konedi petinggi kampung Penarong.

Meski begitu Konedi mengaku sudah ada air bersih yang dibangun PT TCM sejak 2009. Hanya saja saat musim kemarau air sering macet.

“Perusahaan memang ada membangun air bersih tetapi itu tidak layak karena di musim tertentu air tidak jalan. Yang kedua air yang ada sekarang tidak mampu naik ke tandon-tandon masyarakat,” beber Konedi.


Secara terpisah Ibu May warga RT 02 kampung Penarong justru menilai air bersih yang dibangun PT TCM masih layak dikonsumsi meski harus diendap atau disaring. 

"Kualitas airnya bagus tapi kalau untuk diminum ya harus disaring lagi agar jernih dan juga harus direbus gitu kalau untuk di pakai langsung belum bisa, airnya enggak bau paling agak berwarna aja. Kalau pas hari hujan warnanya berubah. Kalau terlalu keruh ngga juga ya tapi masih bisa digunakan untuk mandi atau mencuci masih bisa,"ujar Ibu May.

Sementara Ketua RT 02 kampung Penarong Lody mengatakan, "Sumber airnya dari sungai Masap, dari gunung Masap itu dibangun tahun 2010 dan sudah dinikmati sejak 2013 sampai sekarang mengalir langsung di sana di Dam.
"Bukan dari sungai Tunau kalau sungai Tunau diseberang sana tapi di ujung Kampung ini juga.
Yang jelas sekarang ini kita pakai mandi kalau air ini sebenarnya layak kita sering minum untuk dikonsumsi, nda bau bagus aja kita lihat sendiri itu jernih,"jelas Lody.

"Kalau untuk dikonsumsi kita beli air galon yang di jual orang sekitar. Tapi kadang-kadang kalau putus juga yang sudah ditampung ini diendapkan itu juga kita ambil buat minum karena kan ndak ada limbahnya di situ airnya murni,"tukas Lody ketua RT 02 kampung Penarong.


Hal senada juga disampaikan ketua Badan Permusyawara Kampung (BPK) Penarong Yeri Toi saat di wawancarai awak media 11 Juli 2021.

"Saya pikir kalau mau dibilang benar (air keruh) benar sih, tapi perusahaan juga sudah menyediakan air bersih sejak tahun 2013. Memang perusahaan tambang yang sudah berinvestasi di sini kadang-kadang ada dugaan seperti itu. Cuman kalau bicara masalah sungai tercemar kita tidak bisa membuktikan sepenuhnya,"sebut Yeri Toi.
 
Atas tudingan dengan berkedok bahwa sungai Tunau tercemar akibat limbah batubara TCM itulah akhirnya petinggi kampung Penarong kecamatan Bentian Besar Konedi tak tanggung-tanggung meminta ganti rugi dengan angka super fantastis. Yakni senilai Rp 8 Milyar sebagai kompensasi akibat sungai Tunau tercemar limbah batu bara PT TCM.

"Usulan itu melalui anggota DPRD Kutai Barat (Mahyudin akrab disapa Eman),” ujarnya.
Konedi beralasan uang 8 miliar itu untuk membangun rumah singgah di Samarinda, air bersih dan listrik kampung.

“Dan dengan uang itu kalau memang dicairkan perusahaan itu juga bisa kami bangun sendiri rumah singgah yang saya maksud. Jadi itu bukan pihak pemerintah sendiri yang nuntut tetapi itu kerja sama dengan pihak kampung juga terutama saya selaku petinggi.
Untuk kepentingan umum bukan untuk kepentingan pribadi. Kalau bisa terealisasi itu buat penerangan, rumah singgah sama air bisa terpenuhi semua itu.

Menanggapi tudingan pelapor terkait air sungai tercemar limbah batubara membuat Kepala Teknik Tambang (KTT) PT TCM Wahyu Harjanto angkat bicara.

"Perlu saya jelaskan bahwa PT TCM ini patuh terhadap regulasi peraturan yang ada kaitannya dengan operasional. Terutama opersional yang berkaitan dengan lingkungan.
Karena perencanaan dan operasional tambang PT TCM ini mengacu ke dokumen Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) yang sudah disetujui oleh pemerintah,"ujar Wahyu saat di konfirmasi awak media di Site Bunyut 17 Juli 2021.

"Terkait pemberitaan oleh media sebelumnya perlu saya klarifikasi. Bahwa dari lokasi tambang TCM ke kampung Penarong itu jaraknya kurang lebih sekitar 16 kilo meter jadi cukup jauh dan kita ada di hilirnya, seperti pemberitaan sebelumnya yang dikait-kaitkan dengan Total Suspended Solid (TSS),"tegas Wahyu.

"Logikanya, dengan rentang jarak sekitar 16 kilo meter ini ada beberapa areal atau lahan perusahaan lain juga yang cukup banyak jadi bukan hanya TCM sendiri saja dan ini yang perlu ditelusuri para pihak. Karena di TCM areal yang di maksud tidak ada sungai dan itu kering, meski tergenang air itu disebabkan adanya hujan. Nah kebetulan ada di situ namanya krik-krik itu lembah waktu hujan kondisinya ngalir,"jelas Wahyu.

Ditambahkannya “dimanapun yang namanya parit kalau ada hujan pasti keruh dan air yang keluar dari tambang tidak ada yang langsung menuju ke perairan sungai. Semuanya melalui tahapan proses untuk treatment kita ada set pond untuk pemurnian,"sambungnya.

"Disisi lain kita ada pembinaan dari ESDM dan juga dari departemen lingkungan yang selalu mengevaluasi dan memverifikasi lapangan sehingga seperti saya bilang tadi kita mentaati aturan yang berlaku.

Nah terkait adanya rencana untuk membangun rumah singgah, penerangan dan ketersediaan air bersih sebaiknya melalui proposal dan akan kita ajukan ke pusat untuk mendapat persetujuan jadi bukan harus di bayar ke individu/perorang. Sebab jika itu terjadi nanti kita di audit dan itu berbahaya,"pungkas KTT PT TCM Wahyu Harjanto.

Reporter : Johansyah
Editor      : Wafa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SOROT NUSWANTORO NEWS "dari LAMONGAN untuk NUSANTARA"