Kutai Barat, SNN.com - Bukanlah kebun Sawit jika tidak bicara soal plasma, begitulah yang terjadi pada warga masyarakat Resak Kampung Kecamatan Bongan Kabupaten Kutai Barat (Kubar) provinsi Kalimantan Timur.
Kurun waktu 16 tahun bukanlah waktu yang pendek bagi warga khususnya petani plasma yang masuk sistem manajemen PT Farinda Bersaudara di Resak Kampung.
Jauh sebelum beroperasinya PT Farinda Bersaudara, telah disepakati sistim kerjasama yakni 80 - 20, 80 persen lahan inti sedangkan 20 persen petani plasma.
Rupanya waktu terlalu cepat berlalu, kerjasama yang ditandatangani antara PT Farinda Bersaudara dan CPP sejak 2007 hingga 2023 (16 Tahun) kini belum ada titik terang alias nasib belum berpihak kepada masyarakat Resak Kampung sebagai petani plasma.
Hal itu itu disampaikan ketua Koperasi Kelian Nentenk Edy Jusana menyebut kenapa petani plasma sampai melakukan aksi berkemah di lahan kebun Sawit itu dikarenakan warga sudah capek dan bosan menunggu janji-janji manis pihak PT Farinda Bersaudara.
"Ada beberapa tuntutan petani plasma meminta kejelasan tentang kebun plasma yaitu hak petani plasma sejak 2007, setelah itu masa pembayaran 48 bulan, setelah itu kami anggap sudah panen karena sesuai Memorandum of Understanding (MoU) itu tanam inti panen inti, tanam plasma penen plasma dan itu sangat prinsip dan tertuang dalam MoU.
Tapi kenyataannya sampai hari ini kami petani plasma yang ada ini tidak melihat dengan jelas dan belum menikmati hasil tersebut" tegas Ketua Koperasi Edy Jusana.
Edy membeberkan terkait Inti dan plasma, ia mencontohkan ada beberapa kampung tetangga juga mempunyai hak yang sama ada inti dan plasma, dan masa tanamnya pun juga sama dengan daerahnya tetapi kenapa pemberlakuannya justru berbeda.
"Kami merasa hak kami itu disepelekan seolah-olah hak kami itu belum jelas sampai hari ini walaupun ada pola sertifikat hak milik atau SHM tapi sampai hari ini pihak perusahaan belum bisa menunjukkan titik koordinat yang sebenarnya, " ungkap ketua koperasi dengan nada sedikit emosi.
"Artinya kalau titik koordinat itu bisa kami lihat sesuai dengan SHM kami pasti tahu posisi letak lokasi plasma yang ada apakah itu sudah dikelola dengan baik atau gimana, tapi yang jelas anggapan masyarakat, anggapan kami sebagai petani plasma termasuk saya ketua koperasi ternyata diatas lahan yang 400 hektar itu belum terkelola dengan baik walaupun sudah ada yang dipanen hasilnya tidak maksimal, " pungkas Ketua Koperasi Kelian Nentenk Edy Jusana.
Pantauan wartawan SNN.com meliput secara langsung di tempat dimana ratusan petani plasma sedang berkumpul di satu kemah di tengah kebun Kelapa Sawit milik PT Farinda Bersaudara sungguh sangat memprihatinkan.
Mengapa tidak, ratusan petani plasma tersebut bersama anak istri rela tidur di tengah hutan yang secara manusiawi sungguh tidak layak, apa lagi diantaranya ada yang membawa anak kecil bahkan masih bayi pun ikut menikmati betapa mahalnya sebuah perjuangan demi untuk mendapatkan hak miliknya.
Semoga Pemerintah Daerah dalam hal ini Bupati Kutai Barat Fx Yapan, Ketua DPRD Ridwai, pimpinan manajemen PT Farinda Bersaudara dan pihak yudikatif bisa menjadi tumpuan sejuta harapan bagi masyarakat petani plasma.
Reporter : Johansyah.
Editor : Wafa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar