Sorot Nuswantoro News

Berita Online dan cetak, "CEPAT, TEPAT, LUGAS DAN BERANI" dari LAMONGAN untuk NUSANTARA

Sabtu, 07 Juli 2018

Pancasila Bukan Sekedar Simbolik

Ketua Umum Lembaga Investigasi Negara
Ketua Umum Lembaga Investigasi Negara Johanis Eddi Fentus Tuwul melihat situasi kebangsaan dewasa ini sudah mulai bergeser baik secara ontologis, epistemologis dan aksiologis dalam memahami falsafah bangsa. Para pendahulu berjuang di masanya untuk memerdekakan Indonesia tumpah darah setelah itu mempersatukan semua kelompok dan golongan. Bingkai NKRI telah menjadi konsensus bersama dan Pancasila juga sudah final. Pilar lainnya yakni undang-undang dan bhineka tunggal ika menjadi ruh kebangsaan yang sangat kuat dan mengakar, sehingga nilai fundamental kebangsaan sudah selaykanya memang harus dijaga serta menjadi nilai kehidupan oleh semua rakyat Indonesia tanpa terkecuali sedikit pun. Dinamika kebangsaan bila telah diambang batas sekaligus menjadi keras maka kembali pada pilar kebangsaan dan buka kembali sejarah kebangsaan dalam kebersamaan terhadap keberagaman.

Namun ada perubahan nilai yang sangat jauh dalam memaknai pilar kebangsaan, sehingga pertarungan antar sesama anak bangsa dimulai yang sudah diprediksi sebelumnya oleh para pendahulu. Perang melawan penjajah justru semakin hilang semangatnya, padahal di era modernisasi ini bentuk penjajahan tetap ada dengan warna dan wajah baru sesuai dengan perkembangan zamannya. Akan tetapi tetap saja anak bangsa lebih suka saling bertengkar sesama anak bangsa hanya karena sesuatu yang sepele, yang fundamental bahkan yang sangat krusial. Campur tangan penjajah mulai berbeda metode dan pendekatannya yang dulu ekpansi, perang senjata, embargo dan sebagainya tapi kini dengan proyek, korporasi,  sumbangan, filantropi dan sebagainya. Pada akhirnya semua mencari dalil, hukum, pembenaran, citra, dan seterusnya untuk membela dan mempertahankan sesuatu yang bukan dari makna kebangsaan tanah sendiri.

Narasi tentang Pancasila pun masuk pada hal tetek bengek untuk digunakan sebagai alat jastifikasi, vonis sosial, istilah interventif kepada sesama anak bangsa. Bahwa ini pancasila dan itu anti pancasila, ini toleransi dan itu intoleransi, ini pluralis dan itu radikalis, ini bhineka dan itu anti bhineka, ini inklusif dan itu eksluif terus begitu sampai seterusnya sampai anak bangsa tiada habisnya saling serang menyerang sampai penjajah pun tertawa beserta anteknya dan para mafia serta oknum lainnya. Semakin hari justru pancasila semakin tidak terawat, terjaga dan terlindungi yang ada justru semakin bergeser, lemah dan terpuruk. Padahal pancasila tidak hanya sebatas 5 sila yang dihafal dan diucapkan saja, melainkan ada nilai historis, filosofis, sosial, budaya, politik dan dinamikanya yang saat ini tidak lagi dipahami oleh anak bangsa karena yang penting lisan, retorika, tulisan berusara dengan vokal pancasilais namun perilaku jauh dari nilai pancasila.

Johanis Eddy Tuwul Mendambakan Pancasila bukan sekedar simbolik apalagi iconik semata dan bukan sebagai alat yang dijadikan untuk saling menghakimi, menghujat dan jastifikasi antar sesama anak bangsa hanya karena perbedaan apapun itu. Pancasila adalah produk dialog kepentingan antar semua elemen kelompok san golongan yang akhirnya bersama-sam bersatu padu untuk menjunjung tinggi NKRI. Pun demikian pancasila bukan sebagai alat keuntungan yang mendapatkan hasil keuntungan, uang, proyek, komisi, insentif dan lain sebagainya. Sebab Pancasila itu bagi Seluruh rakyat Indonesia yang harus menjiwai secara penuh, memegang secara totalitas, mengaktualisasikan secara praksis dan nyata sekaligus merawatnya secara utuh. Semua mesti berpancasila dengan baik untuk memahami Indonesia dari dulu sampai kini, dari sejarah sampai nilai kehidupan, dari pendahulu sampai tokoh saat ini, dari semua goloongan maupun umat beragama tentunya. Jangan sampai pancasila hanya ada di lisan dan ucapan saja tapi tidak di hati dan di jiwa tidak teraktulisasikan di kehidupan nyata hanya teriakan vokal di dunia maya semata. Maka terus lah berbenah untuk mengaktualisasikan pancasila secara benar dan totalitas dalam semangat kebangsaan. Sehingga pancasila bukan sekedar simbolik melainkan nilai futuristik dan holistik dalam falsafah kebangsaan. (Red)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SOROT NUSWANTORO NEWS "dari LAMONGAN untuk NUSANTARA"