Sorot Nuswantoro News

Berita Online dan cetak, "CEPAT, TEPAT, LUGAS DAN BERANI" dari LAMONGAN untuk NUSANTARA


Senin, 12 April 2021

Jas Merah Bertekad Gelorakan Edukasi Sejarah


Yogyakarta, SNN.com,- Proses pembangunan sosial  seyogyanya tetap berpijak pada akar pondasi kesejarahan yang telah dirintis dan diletakkan oleh para pendahulu bangsa sehingga dengan demikian keberlangsungan peradaban selaras dengan nilai-nilai filosofi dasar Hamemayu Hayuning Bawono.

Demikian salah satu rangkuman dalam diskusi perdana pembentukan Jaringan Sejarawan Merah Putih (JAS MERAH) yang berlangsung Minggu petang 11 April 2021 di kediaman pribadi Gusti Kanjeng Ratu Mangkubumi. 

Hadir dalam agenda saat ini Guru Besar Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gajah Mada *Prof. Dr. Inajati Adrisijanti*, Peneliti Bahasa dan Budaya Jawa Kuna dan Asia Selatan *KRT. Manu J. Widyaseputra M.A*, sejarawan Universitas Sanata Darma Yogyakarta *Dr. Baskara T. Wardaya, SJ*, dosen Prodi Sejarah Peradaban Islam IAIN Surakarta *Aan Ratmanto, M.A*, dosen Prodi Sejarah Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma *F. Galih Adi Utama, S.S., M.A*, Direktur Galangpress Yogyakarta *Yulius F. Tualaka*, pendiri museum Rumah Garuda yang juga dosen Jurusan Film dan Televisi Fakultas Seni Media Rekam, Institut Seni Indonesia Yogyakarta *Nanang Rakhmad Hidayat S.Sn. M.Sn*, Pendiri Yayasan Rumah Studi Jawa "Makara Dhvāja Sura" Yogyakarta *Radityo Krishartanto* serta ketua Sekber Keistimewaan DIY *Widihasto Wasana Putra*. 

GKR. Mangkubumi mengatakan dengan massifnya proses pembangunan insfratruktur di Daerah Istimewa Yogyakarta seperti rencana pembangunan jalan tol dan jalur lintas selatan pihak Kraton Yogyakarta berupaya melakukan perlindungan dan penataan berbagai situs, petilasan kuno, pesanggrahan serta berbagai destinasi lain yang terkait dengan warisan sejarah termasuk menjaga kelestarian gunung Merapi, sungai-sungai hingga pesisir selatan. 


GKR. Mangkubumi mengaku mendapat tugas khusus dari ayahandanya Sri Sultan Hamengku Buwono X agar ruang-ruang kesejarahan itu dapat dikembalikan lagi seperti dulu atau diupayakan semaksimal mungkin tidak semakin mengalami kerusakan. Ia mencontohkan pembangunan pagar yang mengelilingi Alun-Alun Utara sesungguhnya telah dirancang sejak era Sri Sultan Hamengku Buwono l. Sempat akan dibangun di era Sri Sultan Hamengku Buwono V. Namun belum sempat dibangun. "Kami di kraton menyimpan dokumen sketsanya yang dibuat Eyang Sinuwun Kaping l ," katanya.

Kraton Yogyakarta juga menaruh perhatian besar atas maraknya aktivitas penambangan di kawasan gunung Merapi. Pihaknya tidak ingin ekosistem Merapi baik flora dan fauna termasuk sumber-sumber air mengalami kerusakan. Untuk itu dirinya mengaku intens berkoordinasi dengan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sebagai juga pemangku kebijakan di sisi utara kawasan gunung Merapi agar kedepan kelestarian alam Merapi dapat lebih terpelihara. 

Hal lain yang tengah diupayakan Kraton adalah mengembalikan kawasan alas bunder dan wanagama di Gunung Kidul sebagai fungsi hutan lindung. Dikatakan bahwa disana terdapat banyak situs sejarah yang wajib dijaga kelestariannya. Termasuk pihaknya juga mewanti-wanti agar semua pihak tidak mudah memangkas dan atau meratakan pegunungan-pegunungan di kawasan kars pegunungan sewu.


Sementara Prof. Dr. Inajati Adrisijanti mengungkapkan keprihatinannya tentang situs Kraton Kerto dan Plered. Kawasan Segoroyoso yang dulunya merupakan laut buatan kini telah berubah dan bahkan tanggul setinggi empat meter kini lenyap karena diambil untuk berbagai keperluan. 

Kraton Plered menurutnya merupakan kraton yang secara arsitektural sangat luar biasa dan sulit dicari perbandingannya. Mulai dari tata pemukiman, tata air dan lain sebagainya. Menurutnya situs Plered sudah masuk dalam program perlindungan cagar budaya nasional sehingga kedepan diharapkan proses pelestarian situs dapat lebih cepat dilakukan. 

Sedangkan KRT. Manu J. Widyaseputra atau akrab disapa Romo Manu mengutarakan bahwa situs percandian yang banyak ditemui keberadaannya di tanah Jawa menunjukkan bahwa peradaban kita telah sangat maju bahkan lebih hebat dibanding luar negeri. Di India misalnya yang sementara ini dianggap pusat peradaban Hindu justru disana tidak diketemukan situs percandian melainkan sebatas bangunan kuil-kuil. Sementara di Jawa situs percandian baik yang bercorak Hindu Budha dibangun dengan penuh kompleksitas dan nilai estetika sangat luar biasa hebat. 

Menurut Romo Manu salah satu warisan sejarah yang menurutnya penting diajarkan kepada generasi muda adalah alasan mendasar mengapa Pangeran Mangkubumi memilih kawasan yang sekarang disebut sebagai Yogyakarta ini sebagai pusat kekuasaan Kraton. 

Salah satu temuan yang ia dapati dari mempelajari naskah-naskah kuno adalah pada masa lampau situs-situs kerajaan terletak di sisi utara. Sementara di selatan atau yang sekarang wilayah Yogyakarta ini dulunya disebut sebagai "Sapta Sendawa". Sapta artinya tujuh dan sendawa dari asal kata "sindu" yang artinya sungai. Jadi Yogyakarta dialiri tujuh sungai mulai dari Progo, Bedog, Winongo, Code, Gajah Wong, Kuning dan Opak. Ketujuh sungai ini pada masa kuno berfungsi sebagai maritim sungai dengan berbagai fungsi. Dan disepanjang aliran tujuh sungai ini terdapat banyak asrama tempat kaum Brahmana melelahkan diri. 

Yogyakarta dipilih karena disini bukan wilayah kosong melainkan telah dihuni oleh kaum Brahmana yang secara turun temurun melahirkan tradisi peradaban luhur. Inilah salah satu unsur penting yang membuat Yogyakarta memiliki banyak nilai keistimewaan.

"Sehingga bukan hal kebetulan jika dikemudian waktu di wilayah Yogyakarta saat ini berkembang pusat-pusat pendidikan dan dikenal orang sebagai tempat untuk belajar," terang Romo Manu.

Sejarawan Dr. Baskara T. Wardaya menyambut baik kemunculan JAS MERAH. Dirinya sependapat bahwa perlu upaya sinergi lintas stakeholder agar nilai-nilai kesejarahan terus diedukasikan khususnya kepada generasi muda. Upaya
penyelamatan warisan kesejarahan di Yogyakarta sejatinya tidak hanya penting bagi Yogyakarta saja melainkan juga bagi  Indonesia bahkan dunia.

"Dengan mengenali sejarah bangsa maka kesadaran untuk menjaga tegaknya Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 1945 bakal semakin mantab," yakinnya.

Sejarawan muda Aan Ratmanto mengemukakan pentingnya pelurusan sejarah Indonesia khususnya di era tahun 1945 hingga 1950. Pada masa itu Sri Sultan Hamengku Buwono IX memegang peran sangat sentral bagi keberlangsungan NKRI. 

Dari arsip-arsip sejarah ditemukan fakta menarik bahwa Presiden Sukarno yang waktu itu sedang dalam masa pembuangan memberikan mandat kuasa penuh kepada Sultan HB IX untuk menjalankan roda pemerintahan transisi pada periode 1 Mei hingga 30 Juli 1949 di mana ibu kota Republik Indonesia waktu itu berada di Yogyakarta.

"Untuk menyelenggarakan pekerjaan itu, beliau kami beri kuasa sepenuhnya (plein pouvoir) untuk mempergunakan segala alat pemerintahan, yaitu tentara, polisi negara, pamong praja, dan lain-lain, pegawai yang sudah berada dan yang akan datang di Daerah Istimewa Yogyakarta untuk menyelesaikan semua persoalan yang menyangkut pengembalian negara RI dari tangan Belanda,” demikian bunyi mandat Presiden Sukarno tersebut. 

Di akhir tugasnya, usai Belanda menarik semua pasukan militernya dari seluruh wilayan Daerah Istimewa Yogyakarta, malam hari pada tanggal 30 Juni 1949 melalui siaran RRI, Sri Sultan HB IX menyatakan Proklamasi kemerdekaan RI untuk yang kedua kalinya. "Sayangnya fakta sejarah menarik ini belum masuk dalam materi pembelajaran sejarah di sekolah-sekolah bahkan kampus-kampus. Bahkan diorama di monumen Yogya Kembali sekalipun tidak ada yang mengilustrasikan peran penting Sri Sultan HB IX. Padahal beliaulah tokoh utama peristiwa yang kemudian dikenal sebagai peristiwa Yogya Kembali," jelas Aan.

Inisiator pendiri JAS MERAH Widihasto Wasana Putra memaparkan bahwa, beragam topik kesejarahan diatas kedepan akan diinventarisir dan dikaji untuk kemudian dituangkan dalam berbagai konten media audiovisual sebagai materi pembelajaran sejarah bagi semua. Sehingga proses keberlangsungan Indonesia sebagai bangsa besar serta kaya akan keberagaman ini dapat terus terjaga dan semakin kokoh. Dirinya mengajak kalangan sejarawan maupun pihak yang menaruh kepedulian serupa untuk bergerak bersama-sama, "pungkasnya.

Di akhir diskusi Baskara T. Wardaya, Yulius F. Tualaka, Aan Ratmanto dan Galih Adi Utama memberikan cinderamata berupa buku-buku sejarah hasil karya penulisan mereka kepada GKR. Mangkubumi. 

Reporter : Asih.
Editor      : Mas Pay.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SOROT NUSWANTORO NEWS "dari LAMONGAN untuk NUSANTARA"