Sorot Nuswantoro News

Berita Online dan cetak, "CEPAT, TEPAT, LUGAS DAN BERANI" dari LAMONGAN untuk NUSANTARA

Minggu, 27 Mei 2018

PT PBR Remehkan Pemerintah

KEPULAUAN ARU, Sorot Nuswantoro News - Pasca ijin operasional PT Pusaka Benjina Resources (PBR), dibekukkan dengan moratorium Kementrian Kelautan Perikanan (KKP) Republik Indonesia, seiring dengan itu pula, PBR melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap kurang lebih 200 karyawan, baik itu karyawan laut maupun karyawan darat. Dari sekian ratus karyawan tersebut, 35 orang berinisiatif mendatangkan Kuasa Hukum untuk menuntut PT PBR agar pesangon mereka dibayar.

Kronologis masalah bermula dari penyampaian surat Somasi dari kuasa hukum kepada PT. PBR dan kemudian dilanjutkan dengan sidang mediasi ditingkat Hubungan Industrial, Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Kepulauan Aru, dengan Mediator Ibu Lewana Suatrat, S.Sos, Pegawai dari Dinas Tenaga Kerja Provinsi Maluku. Proses sidang mediasi dilakukan di Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Kepulauan Aru, sebanyak tiga (3) kali. Mediasi pertama dilakukan pada tangal 23 Pebruari 2018. Mediasi kedua tanggal 8 Maret 2018 dan mediasi ketiga tanggal 9 maret 2018. Setelah mediasi terakhir tanggal 9 maret 2018, kurang lebih satu bulan, mediator baru menyampaikan kesimpulan dan Anjuran tertanggal 16 April 2018.

Anjuran Mediator Hubungan Industrial Dinas Tenaga Kerja provinsi Maluku, pada poin 3, mediator menganjurkan agar PT. Pusaka Benjina Resources (PBR) dapat membayar pesangon Karyawan sesuai pasal 164 UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yaitu; Pengusaha dapat melakukkan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup yang disebabkan keadaan memaksa (Foce majeur), dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat 3 dan uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat (4) sebagaimana terlampir (2).

Sesuai hasil perhitungan Mediator Hubungan Industrial Dinas Tenaga Kerja Provinsi Maluku, total pesangon yang dibayar adalah sebesar 438 juta rupiah untuk 35 orang karyawan. Ternyata, apa yang menjadi isi anjuran dari Dinas Tenaga Kerja Provinsi Maluku, diremehkan PT PBR dengan sikap menolak dan tidak mengikuti ajuran pemerintah. Alasan Perusahaan adalah karena Force Majuer atau pembekukan ijin operasional perusahaan untuk sementara oleh Kementrian Kelautan Perikanan RI.
Menanggapi alasan PBR tersebut, kuasa Hukum Stepanus Ruspanah, SH. mengatakan bahwa, terjadinya Force Majuer atau pencabutan ijin sementara oleh KKP RI, itu akibat tindakan perusahaan melakukan praktek perbudakan terhadap Tenaga kerja, dan praktek Ilegal Fisshing yang merugikan Negara trilyun rupiah. Bukan karena Pailit atau perusahaan mengalami kerugian.

Bahkan katanya, rugi sekalipun, perusahaan harus membayar “pesangon”. “ini kan dari KKP RI mencabut ijin, karena mereka melakukan tindakan Illegal fishing, dan perbudakan terhadap karyawan. Sehingga alasan mereka adalah karena Force Majuer, sementara pihak pemerintah dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja, tidak bermaksud demikian, sehingga anjuran mengisyaratkan perusahaan harus bayar Pesangon sesuai ketentuan pasal 164 UU ketenagakerjaan.

Kalau bicara Force Majuer dan perusahan tutup, berarti perusahaan merasa rugi. Apakah rugi dalam satu tahun atau dua tahun, itupun harus disampaikan kepada Pemerintah dalam hal ini Dinas tenaga kerja bahwa saya sudah merugi dua tahun jadi perusahan terpaksa harus tutup. Berarti itu Force Majeur, tetapi itupun perusahaan harus bayar pesangon. Tegasnya.

Sementara kepala Dinas Tenaga Kerja & Transmigrasi Kabupaten Kepulauan Aru Jhon Tabela, S.Sos, saat dikonfirmasi diruang kerjanya pekan kemarin, Tabela menjelaskan bahwa tahap mediasi sudah dilakukan 3 kali sampai dikeluarkannya anjuran oleh pihak mediator dari dinas Tenaga Kerja Provinsi Maluku, berdasarkan UU tentang ketenagakerjaan.

Dengan adanya anjuran tersebut pemerintah berharap anjuran bisa diterima oleh dua pihak yaitu perusahaan dan Tenaga Kerja. Tetapi apabila anjuran itu tidak diterima oleh salah satu pihak, maka sesuai UU bisa dilanjutkan ke tingkat Pengadilan Hubungan Industrial.

Menurutnya, dari pihak Karyawan sudah menerima anjuran, tetapi dari pihak perusahaan menolak. Sehingga kuasa Hukum dari karyawan sudah berkonsultasi dengan pihak Dinas, bahwa dinas hanya bisa memediasi tetapi sekarang anjuran tidak diterima oleh pihak perusahaan, sehingga masalahnya bisa dilanjutkan ke Pengadilan Hubungan Industrial, untuk mendapat kepastian Hukum.

Terkait dengan pengawalan terhadap masalah dimaksud, selaku Kepala Dinas Tenaga Kerja, Tabela menegaskan bahwa pihaknya akan melakukan pengawalan sampai tuntas.

“Sudah pasti sampai ke ranah hukum positif di pengadilan Hubungan Industrial dan semuanya pasti akan terungkap. Jadi pada prinsipnya ini persoalan kita sudah sama-sama masuk kedalam, dan pasti sampai tuntas. "Tegasnya.

Tugas kita sebagai pemerintah dalam hal ini, bahwa kita menegakkan UU 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, untuk melindungi baik terhadap pihak Perusahaan, maupun juga terhadap pihak karyawan. UU itu ada sebagai payung hukum bagi pemberi kerja maupun penerima kerja. Sehingga ada upaya untuk buruh/ karyawan dan keluarganya bisa sejahtera. Makanya kita pemerintah ini hadir untuk kesejahteraan rakyat, dan karena itu kita tetap kawal dan harus tuntas. "tegasnya.

Dikatakan bahwa sebagai kepala Dinas Tenaga Kerja, dirinya dipercayakan untuk sejumlah tanggungjawab yang harus diselesaikan dan harus tuntas. Diantaranya adalah meluruskan hak dan kewajiban karyawan yang masih menyimpang dari undang-undang, sehingga pada prinsipnya undang-undang ada dan hadir untuk menegakkan keadilan. “Antara hak dan kewajiban harus berimbang dan adil”. Tukasnya.

Reporter : Team SNN
Editor   : Isvianto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SOROT NUSWANTORO NEWS "dari LAMONGAN untuk NUSANTARA"