Sorot Nuswantoro News

Berita Online dan cetak, "CEPAT, TEPAT, LUGAS DAN BERANI" dari LAMONGAN untuk NUSANTARA

Minggu, 02 Juni 2019

Kasus Penganiayaan BBK Dicabut, Kuasa Hukum Sebut Ada Persekongkolan Antara Pemkab Dan Kapolres Morotai

Paulus Simonda, SH , Kuasa Hukum Korban Penganiayaan Warga BBK
Morotai, SNN - Kuasa Hukum Paulus Simonda, SH, yang mendampingi korban tindak pidana penganiayaan yang dilakukan didalam kantor desa oleh pemerintah Desa Bere - bere kecil (BBK) Kecamatan Morotai Jaya, terhadap kedua warganya berinisial M dan N, pada Senin 13 Mei 2019 lalu. menyebut ada persekongkolan antara Kapolres Pulau Morotai dengan PEMDA Pulau morotai untuk mencabut kasus kriminalisasi tersebut, dengan alasan bila proses hukum diteruskan akan menimbulkan dampak sosial di Desa BBK.

Kasus tindak pidana yang dilakukan oleh sekertaris desa BBK Benhamka Sulasi, bersama mantan kades dan beberapa staf desa terhadap M dan N yang dilaporkan dengan nomor laporan Polisi Nomor : LP/22/V/2019/POLRES/SPKT tanggal 23 Mei 2019 terkait Kejahatan Penganiayaan yang di lakukan oleh Oknum Pemdes dan Aparat Desa Bere-bere Kecil akhirnya dicabut dengan alasan bahwa kasus tersebut telah di selesaikan secara kekeluargaan oleh pihak korban dengan pelaku penganiayaan.

Paulus Simonda, SH, selaku kuasa hukum korban menyampaikan, bahwa kasus tindak pidana penganiayaan tersebut tidak dapat dilanjutkan proses hukumnya karena telah di cabut, dengan alasan telah diselesaikan secara damai oleh kedua belah pihak dihadapan Kapolres Morotai AKBP Mikhail P Sitanggang.

"saya selaku kuasa hukum yang dipercayakan untuk mendampingi korban tidak bisa berbuat apa-apa, karena pada saat itu kapolres pulau morotai yang menguasai saya, saat memenuhi panggilan polisi pada tanggal 31 mei 2019," tegas paul, dihadapan wartawan, di sentra kuliner taman kota daruba, Sabtu 1 Juni 2919 malam.

Bahkan Paul menduga, bahwa dalam penyelesaian kasus tersebut kapolres telah bersekongkol dengan PEMDA Kabupaten Pulau Morotai agar kasus penganiayaan tersebut dicabut, namun paul tidak menjelaskan siapa yang di maksud PEMDA dan apa bukti dari tuduhannya.

"Kapolres pulau morotai telah bersekongkol dengan Pemda untuk mencabut kasus ini tapi saya tidak tau siapa dari pihak Pemda," kata Paul.

Carut marut kasus tersebut membuat Ketua Advokasi dan Legal Consultan Yadi Utokoy, SH., MH, pun angkat bicara. Menurutnya, pertama yang harus ditegaskan itu status kasus tersebut dimasukan di polisi sebagai laporan atau pengaduan. Itu dulu yang harus di dudukan, kalau dia berbentuk laporan itu tidak ada dasar hukumnya untuk laporan itu dicabut, sedangkan untuk pengaduan memang dibenarkan oleh hukum untuk dicabut dasarnya adalah KUHAP,(Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) undang-undang No 8 Tahun 1981, bahwasanya serangkaian tindakan polisi yang berkaitan dengan laporan dan pengaduan itu mengacu (KUHAP) agar terjamin tidak terjadi kriminalisasi korban, akibat dari membuat laporan Palsu, sebab bila laporan dicabut membuktikan pelapor telah meLaporkan hal yang tidak benar (Bohong)

“Cara kekeluargaan adalah proses  penyelasaian suatu persoalan yang baik itu benar, tetapi persoalan- persoalan pidana itu kan ada kualifikasinya kalau masuk kualifikasi pengaduan itu boleh diselesaikan secara kekeluargaan, tapi kalau itu masuk kualifikasi laporan penganiayaan, maka negara wajib melindungi setiap warga negara dari perbuatan hukum yang sewenang wenang, oleh oknum oknum pelaku kejahatan, itulah gunanya negara hadir, menghukum pelaku pelaku kejahatan  dan penganiayaan itu masuk dalam perbuatan pidana kejahatan. KUHP kita (Kitab Undang-Undang Hukum Pidan) mengklasifikasi perbuatan penganiayaan sebagai kejahatan. Oleh karena itu kasus penganiayaan itu  sudah ada pasalnya tersendiri dalam KUHP dan pengaturannya harus  proses, bila dalam penyidikannya tidak cukup bukti baru kasusnya dihentikan, itupun kalau sudah sampai pada tahap penyidikan bukan dicabut, nah sekarang disampaikan bahwa laporan itu dicabut dengan alasan musyawarah itu dimana polisi temukan dasar hukumnya, ( ini kejahatan penganiayaan) astaga repot bisa bisa kemudian masyarakat berasumsi bahwa KUHP itu diplesetkan menjadi Kasih Uang Habis Perkara (KUHP).  Memang semua orang menginginkan setiap penyelasaian masalah itu dengan jalan musyawarah mufakat itu betul, tetapi lihat kasus dan hal-hal apa yang perlu diselesaikan secara musyawarah, masa sih kejahatan kok dimusyawarahkan, nah itu yang harus dilihat” jelas Yadi, saat dikonfirmasi, Minggu 2 Juni 2019

“Jadi itu dulu yang harus dilihat antara laporan dan pengaduan karena berdasarkan KUHP pengaduan dan laporan itu dua hal yang berbeda, laporan itu adalah sesuatu yang dilaporkan oleh seseorang yang megalami peristiwa hukum, apalagi ini soal tindak pidana maka ini harus di followUp atau ditindak lanjuti oleh penyidik atau penegak hukum. Harapanya karena ini adalah laporan maka harus di proses sampai pada tahap penyidikan, kemudian kalau tidak cukup bukti  baru bias dihentikan, bukan belum ada penyelidikan langsung di cabut, karena begitulah hukum, Jadi harus ada kepastian hukum,” pungkas Yadi

Reporter : Abdul
Editor     : Wafa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SOROT NUSWANTORO NEWS "dari LAMONGAN untuk NUSANTARA"