Sorot Nuswantoro News

Berita Online dan cetak, "CEPAT, TEPAT, LUGAS DAN BERANI" dari LAMONGAN untuk NUSANTARA


Minggu, 26 Juli 2020

Menurut PBHI Istilah Dirumahkan Bagi Pekerja Seperti Akal Akalan

Sleman, SNN.com - Istilah merumahkan atau dirumahkan yang diterima para pekerja maupun buruh dari perusahaan akibat dampak pandemi Covid-19 sering hanya dijadikan akal-akalan.Hal itu diungkapkan oleh Sekretaris Perhimpunan Bantuan Hukum dan Ham Indonesia (PBHI) Yogyakarta, Restu Baskara saat memberikan pelatihan pada buruh dan serikat di Kantor Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) DIY.

"Banyak perusahaan yang merumahkan pekerjanya karena alasan corona, padahal belum tentu kebenarannya. Bisa jadi hanya akal-akalan perusahaan untuk mengganti karyawan lama dengan karyawan baru, sehingga perusahaan terbebas dari beban untuk memberikan pesangon," ungkapnya saat ditemui, Sabtu (26/7/2020).

Menurut Restu, istilah dirumahkan sendiri dalam beberapa pendapat disamakan dengan tindakan pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan oleh perusahaan. Namun, dalam regulasi Undang-Undang no 13 tahun 2003 tentang Ketenagaakerjaan tindakan PHK pun harus dirumuskan sesuai kesepakatan.

"PHK itu ada aturannya. Aturannya harus kesepakatan antara perusahaan dan pekerja. Kalau kemudian tidak sepakat, itu PHK sepihak. Dan kondisi saat ini seperti itu, menimbulkan perselisihan (PHK) dimana-mana. Ini yang harus ditangani, negara harus bertanggung jawab," jelasnya.


Negara harus bertanggung jawab, yang  dimaksud Restu adalah peran langsung pemerintah dalam melindungi dan menjamin setiap pekerjanya mendapatkan pekerjaan sesuai amanat undang-undang. Beberapa program yang dikeluarkan pemerintah saat pandemi seperti Kartu Pra Kerja, dinilai belum dirasakan secara betul manfaatnya.

"Kartu Pra Kerja itu kan bentuk peran pemerintah mengatasi masifnya PHK yang terjadi, tapi itu belum efektif dan belum dirasakan. Untuk mendapatkan kartu itu sulit sekali. Tidak semua pekerja bisa mendapakatkan kartu Pra Kerja. Kartu Pra Kerja pun belum tentu menjamin si pekerja akan mendapatkan pekerjaan kembali," terangnya.

Dalam proses perumahan pekerja, perusahaan membuatkan surat pengunduran diri dan para pekerja harus menandatangi surat tersebut. Hal itu disebut Restu, murni kesalahan dari perusahaan yang mencoba lari dari tanggung jawabnya pada pekerja.

"Itu kesalahan perusahaan, karena perusahaan tidak mau memberikan pesangon. Mereka lari dari tanggung jawabnya. Surat resign itu harusnya murni dari buruh sendiri, bukan perusahaan yang membuat. Seharusnya pekerja atau buruh berani menolak tanda tangan," jelasnya.

Banyaknya pekerja yang menerima PHK sepihak dari perusahaan, diakui Restu akibat masih pekerja yang belum melek hukum dan HAM nya sebagai pekerja. Ia meminta agar serikat buruh dan dinas terkait bertindak cepat guna memberikan pendidikan hukum ketenagakerjaan kepada para buruh.

"Kenyataannya di Yogyakarta ini, masih banyak buruh belum paham soal hukum ketenagakerjaan. Sehingga menjadi PR bagi serikat buruh dan dinas terkait agar bisa mengkritisi dan melawan tindakan pembodohan itu," tegasnya.


Sementara itu Restu juga melemparkan kritik kepada Dinas Ketenagakerjaan yang selama ini dinilai selalu mempunyai alasan-alasan klise. Seperti kekurangan sumber daya manusia (SDM) sehingga tidak semua perusahaan bisa diawasi.

"Selama ini dinas tenaga kerja itu pasif. Selalu alasan-alasan klise seperti kurangnya SDM untuk pengawasan. Padahal dinas itu juga harus bertanggung jawab menjamin kepastian kerja yang layak yang tidak ada PHK bagi pekerja seperti yang diamanatkan undang-undang," imbuh Restu.

Ketua SBSI DIY, Dani Eko Wiyono menyebutkan,  pelatihan tersebut merupakan agenda kerjasama dengan PBHI Yogyakarta untuk memberikan pelatihan bagi para pekerja maupun anggota SBSI. SBSI DIY yang belum lama ini aktif kembali, mulai membangun sejumlah program untuk lebih memajukan buruh baik dari kesejahteraannya maupun kualitas SDM nya.

"Ya karena SBSI di Yogya belum lama hidup kembali, kita bangun sejumlah program termasuk pelatihan ini. Harapan kita agar buruh ini paham, mereka punyak hak. Jangan sampai mereka dibodohi terus menerus oleh perusahaan," tambah Dani.

Sementara itu Imam Joko Santoso Direktur PBHI DIJogjakarta juga  mengatakan kami memang selalu intensif saling tukar infomasi masalah buruh bahkan kami selalu kerjasama membantu edukasi, mediasi bahkan advokasi untuk kaum buruh bukan hanya saat pandemi covid 19 bahkan sebelumnya kami telah bekerjasama tangani permasalahan buruh, pungkasnya.

Reporter : Ahmad Dalban
Editor      : Mas Pay

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SOROT NUSWANTORO NEWS "dari LAMONGAN untuk NUSANTARA"