Sorot Nuswantoro News

Berita Online dan cetak, "CEPAT, TEPAT, LUGAS DAN BERANI" dari LAMONGAN untuk NUSANTARA


Kamis, 19 Maret 2020

Peluang Masyarakat Dayak Kontemporer Sebagai Aktor Kekuatan Ekonomi Baru Berbasis Lahan Penghasil Sayur-sayuran Dan Buah-buahan Dalam Rangka Menyambut Kedatangan Jutaan Penduduk Di Ibu Kota Negara Baru

Kutai Barat, SNN.com - Sosok muda M.M. Rudi Ranaq, S.H. M.Si di kenal sangat sibuk dengan berbagai kegiatannya, peria berkelahiran di kampung Benung kecamatan Damai Kabupaten Kutai Barat (Kubar) Kalimantan Timur (Kaltim) yang berprofesi sebagai Advokat/Lawyer menghubungi SNN.Com pada hari Rabu 18/03/2020.

"Sebuah Tanggapan Terhadap Statemen Manar Dimansyah di RRI Sendawar

Oleh Advokat M.M. Rudi Ranaq,S.H.,M.Si

1. Menjadi Petani Kecil dan Petani Besar Itu Pilihan :

Di masa mendatang, jutaan penduduk saudara-saudari kita se-NKRI dari berbagai pulau membanjiri Kalimantan Timur, seluruh kebutuhan harian mereka akan sayur-sayuran dan berbuah-buahan cukup disediakan oleh Masyarakat Adat Dayak saja.

"Masyarakat Adat Dayak memiliki system pengelolaan lahan secara mekanis yang hebat, ramah lingkungan karena tetap berpegang pada kearifan local. Ini kata saya pada Maret 2020. Apakah hal ini hanya mimpi kosong atau bisa diwujudkan mulai 2025 mendatang dan terus berkesinambungan dalam kurun waktu yang tidak berkesudahan?

'Jawabannya sederhana, walaupun persoalannya tidak sederhana. Jika Masyarakat Dayak memutuskan bertani dan bercocok tanam hanya untuk kebutuhan sendiri (subsisten) maka mimpi di atas tinggalah mimpi. Tetapi kalau Masyarakat Adat Dayak ingin menjadi pelaku atau actor kekuatan ekonomi baru, sebagai petani atau pekebun sayur-sayuran dan buah-buahan yang dikerjakan secara mekanis dengan pendekatan dan dukungan secara massive (besar-besaran) dan sistimatis dan structural (dukungan sepenuhnya dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah), maka mimpi di atas bisa menjadi kenyataan. Tak pelak petani dan peladang Dayak menjadi aktor penting yang memberikan makan (padi, sayur dan buah) untuk +/- 10 juta penduduk di IKN serta kawasan penyangganya di masa mendatang.

Dapat dibayangkan omsetnya itu. Sebuah bisnis raksasa beralaskan modal sumberdaya alam yang sudah tersedia, yakni lahan, yang pengelolaannya dilakukan dalam ukuran skala besar (massive) secara mekanis dengan dukungan penuh dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagai langkah solutif atau jalan keluar terhadap larangan Pemerintah membakar lahan.

Seperti kita ketahui, bahwa model pengelolaan lahan kita secara gilir balik, tetap sangat beriko berhadapan dengan hukum, walaupun dalam UU No 32/2009 Pasal 69 ayat 2 sudah mengatur tentang praktek kearifan lokal itu.

2. Sikap Tegas Pemerintah Terhadap Issue Api Berekses Pada Eksistensi Perladangan Gilir Balik Masyarakat Adat Dayak

Atensi besar dan serius dari Pemerintah ini dinyatakan melalui dikeluarkannya Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2020 pada 8 Maret 2020 oleh Presiden Joko Widodo, yang menegaskan bahwa dalam RANGKA PENCEGAHAN KEBAKARAN DAN PENEGAKAN HUKUM, Presiden menginstruksikan kepada 17 Menteri, Sekretaris Kabinet dan Jaksa Agung, untuk melakukan upaya penanggulangan kebakaran hutan dan lahan di seluruh wilayah Republik Indonesia, yang meliputi kegiatan: pencegahan terjadinya kebakaran hutan dan lahan, pemadaman kebakaran hutan dan lahan, dan penanganan pasca kebakaran hutan dan lahan.

"Itu pertama. Yang kedua, tidak hanya itu, Presiden juga menginstruksikan agar mengefektifkan upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana kebakaran hutan dan lahan sekaligus pembayaran ganti rugi sesuai dengan tingkat kerusakan atau akibat yang dibutuhkan untuk biaya rehabilitasi, pemulihan kondisi hutan dan lahan, atau tindakan lain yang diperlukan, serta pengenaan sanksi administrasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Baca: https://setkab.go.id/presiden-teken-inpres-nomor-3-tahun-2020-tentang-penanggulangan-karhutla/).

3. Beberapa Opini sebagai bentuk Reaksi Penegakan Hukum

Beberapa hari sebelum instruksi ini diumumkan pada 8 Maret 2020, pada 5 Maret 2020, saya menulis di facebook saya berbunyi, “SOLUSI CERDAS TIDAK MELAWAN HUKUM MEMBANTU MASYARAKAT DAYAK BERLADANG, ADD DAN ADK setiap kampung sebaiknya dialihkan saja untuk membeli peralatan pertanian mekanis (excavator, dozer, jonder) untuk kita masyarakat Dayak membuka lahan untuk berladang, karena membakar ladang dinilai kriminal oleh pengadilan.

Ini kasus peladang kita masyarakat Dayak di Kalbar dan Kalteng. Sebentar lagi Kaltim akan kena penegakan hukum nanti di musim berladang yg akan datang. Lalu, alihkan juga dana Desa tersebut untuk membeli pupuk yg cukup, karena lahan di Kalimantan kalau tidak dibakar pasti tidak subur. Untuk lahan basah, mana program pemerintah cetak sawah di Kalimantan ini kok tidak jalan-jalan? Harus ada solusi konkrit dari negara, kalau melarang kami berladang dengan kearifan lokal Dayak!!!! #suara kami peladang dari Benung, Kubar, Kaltim.#beralih ke pertanian mekanis.”

Sehari sebelum instruksi presiden tersebut diumumkan, tepatnya pada 7 Maret 2020, saya juga menulis di dinding facebook saya berbunyi: “PELADANG, KEARIFAN LOKAL, SISTEM GILIR BALIK BUKAN KEJAHATAN!!! Pemahaman yg benar: peladang adalah profesi mulia masyarakat Dayak yang berisi nilai kearifan lokal yang luhur, sebaliknya kriminalisasi terhadap peladang adalah merupakan pengkhianatan terhadap nilai-nilai Pancasila dan pilar-pilar kebangsaan lainnya. #Pro kearifan lokal berladang. #Mendukung sepenuhnya advokasi terhadap peladang yg terpidana dengan cara yang tidak melanggar hukum.

Sehari sebelumnya seorang kawan saya, Wartawan Senior, Bambang Bider di dinding facebooknya serta di Pontianak Tribun (6 Maret 2020) juga menulis yang sebagian petikannya sebagai berikut: “ MUNGKINKAH DAYAK MEMIJAKAN DIRI PADA "BUDAYA KRIMINAL" (Refleksi Kasus Peladang). Berladang tidak lagi sebagai aktivitas menghidupi kebudayaan Dayak. Nilai-nilai luhur berladang tengah diberangus justru oleh hukum. Mulai saat ini aktivitas berladang pada masyarakat Dayak bukan lagi aktivitas membangun kebudayaan mereka, namun suatu tindakan melawan hukum. Sesuatu yang bersifat kriminal. …dsb”.

Pasca Instruksi Presiden tersebut dikeluarkan, tepatnya 16 Maret 2020 Kepala Adat Lembaga Adat Besar Kabupaten Kutai Barat, "Manar Dimansyah melalui RRI Sendawar membuat statement yang sempat viral di facebooker. Beliau mengajak masyarakat membuka mindset atau cara berpikir baru dalam pengelolaan lahan, dan meminta masyarakat dalam rangka mencegah kebakaran hutan dan lahan, supaya move on dan beralih dari pola pengelolaan lahan secara tradisional ke model mengelolaan lahan secara mekanis menggunakan alat berat (zonderre, excavator dan dozer) tanpa membakar ke depan, dengan tetap memegang teguh kearifan lokal sebagai Masyarakat Adat Dayak.

Beragam tanggapan pun bermunculan terhadap statement-stament tersebut, baik terhadap status saya pada 5 Maret 2020 dan 7 Maret 2020 mapun terhadap statement melalui RRI Kepala Adat pada 16 Maret 2020. Apa yang mendasari sikap kami dari status-status atau statement tersebut, sesungguhnya adalah sebuah konstruksi pikiran yang mencari dasar bagaimana melindungi kepentingan Masyarakat Adat Dayak dalam kegiatan berladang tersebut dengan melihat kasus yang sedang bergulir di berbagai pengadilan negeri di Kalbar dan Kalteng. Dan dapat dimengerti bahwa seruan Bapak Kepala Adat "Manar Dimansyah.

"Lembaga Adat Besar Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur, yang menyatakan beliau menyampaikan pesan Pemerintah tersebut, tidak lain, adalah Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2020 itu. Dan supaya publik mengetahuinya, instruksi tersebut sudah ditandatangani/dikeluarkan jauh-jauh hari sebelumnya, yakni pada 28 Februari 2020. (Baca: https://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt5e65e49e38a6f/node/534/instruksi-presiden-nomor-3-tahun-2020).


4. System Mekanisasi Yang Didukung Penuh Pemerintah dan Pemerintah Daerah, Adalah Jawaban Agar Masyarakat Petani/Pekebun Dayak Mampu Menjadi Aktor Penting Penyuplai Sayur-sayuran dan Buah-buahan untuk memenuhi kebutuhan seluruh Masyarakat Kaltim dan Masyarakat Provinsi IKN (Ibukota Negara Baru).

"Saya tidak membela Bapak Manar Dimansyah yang menyampaikan seruan sebagaimana dinyatakan di atas. Saya hanya melihat sisi positif dari statement tersebut yang mengandung pesan besar bagaimana harus bersikap yang “bermuatan kelenturan daya suai” terhadap regulasi yang semakin tegas, yang mesti disikapi Masyarakat Adat Dayak di Kutai Barat di masa mendatang.

Baik pendapat saya maupun pendapat Bapak Manar Dimansyah serta Bapak Bambang Bider adalah sebuah konstruksi pikiran jernih menanggapi kasus-kasus masyarakat Adat kita, masyarakat peladang Dayak yang didakwa di beberapa Pengadilan Negeri di Kalimantan, yakni di Kalbar dan Kalteng dengan dakwaan pembakaran hutan/lahan, yang berakhir pada vonis bebas dan vonis bersalah.

5. Saran Penulis
Dalam konteks ke depan, terutama di Kalimantan Timur dengan issue IKN-nya. Saya menilai masyarakat Adat Dayak perlu melakukan adaptasi cepat untuk meresponse IKN melalui Perencanaan Pembangunan Kampungnya, agar perencanaan kegiatan pertanian dan atau perkebunan yang tidak saja bersifat subsisten tapi bersifat komersial dapat didukung sepenuhnya secara financial oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Di daerah lain praktek adaptasi budaya pengelolaan perladangan dan atau perkebunan, di daerah lain di dalam wilayah NKRI ini banyak yang menggunakan dana untuk membuka dan mengelola lahan perkebunan dan atau pertanian tanpa bakar. Dan itu berhasil. Beberapa Desa di Aceh menggunakan Dana Desa untuk membuka kebun Lombok (https://www.ajnn.net/news/di-aceh-utara-dana-desa-dimanfaatkan-buka-lahan-perkebunan-cabai/index.html), di beberapa desa di Sulawesi, Dana Desa digunakan untuk membuka lahan perkebunan jagung (https://inilahsultra.com/2019/02/25/di-matombura-dana-desa-dialokasikan-pembukaan-kebun-150-hektare-untuk-warga/), juga mengembangan perkebunan buah naga (http://www.mediasinarmuratara.com/2019/03/desa-setia-marga-manfaatkan-lahan-tidur.html. Intinya praktek kegiatan mekanis tanpa bakar sudah lazim dilaksanakan di tempat lain di Kalimatan ini juga (https://inovasidesa.kemendesa.go.id/desa-anjir-kalampan-sukses-kembangkan-pertanian-tanpa-bakar-di-lahan-gambut/).

Ada juga yang menggunakan Dana Desa untuk pengembangan pertanian-pertanian menjadi kawasan wisata (https://www.viva.co.id/kemendesa/1162645-lahan-perkebunan-desa-pulau-semambu-disulap-jadi-tempat-wisata-edukasi), di Kalimantan juga yakni Desa Sebangau Mulya, dana Desa digunakan untuk membuka lahan tanpa bakar (https://inovasidesa.kemendesa.go.id/desa-sebangau-mulya-manfaatkan-dana-desa-untuk-program-pembukaan-lahan-tanpa-bakar/).

Pikiran penulis, bagaimana Masyarakat Dayak mampu survive (bertahan hidup) bahkan menjadi pelaku utama ekonomi yang mampu menyumbangkan basis material sayur-sayuran dan buah-buahan untuk mendapatkan keuntungan ekonomis dari membanjirnya jutaan penduduk baru yang membanjiri IKN di Kalimantan Timur di waktu mendatang. Dalam konteks sebagai subyek pembangunan IKN, maka peran serta Masyarakat Dayak diharapkan signifikan, tidak sebagai penonton. Sekarang, tetap menjadi masyarakat subsisten (masyarakat yang berladang dan berkebun hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri) atau melakukan adaptasi kultural modern (social adjustment) adalah pilihan asasi masyarakat Dayak, itu hak asasi.

Jika pilihan Masyarakat Adat Dayak tetap akan menjadi masyarakat subsisten, maka tentu ruang gerak ekonomi akan tetap dan bahkan cenderung menjadi terbatas, tapi kalau berani melaksanakan pengalaman para petani dan peladang di daerah lain (bertindak out of the box), maka tentu peluang menjadi AKTOR PENTING PENGHASIL SAYUR-SAYURAN DAN BUAH-BUAHAN untuk memberi makan penduduk Kaltim dan Penduduk IKN ke depan TERBUKA LEBAR, tentu dengan tetap memegang teguh jati diri sebagai Masyarakat Adat Dayak.

Keputusan ? Terserah Masyarakat Adat Dayak sendiri. Akan kah Masyarakat Adat Dayak siap menjadi Masyarakat Adat Dayak yang Kontemporer (istilah Bapak Ir. Rama A. Asia), yang mampu beradaptasi terhadap penetrasi global, tetapi tetap memegang teguh identitas jati diri sebagai Dayak atau kah tetap memilih pola hidup sebagai masyarakat subsisten? Menurut penulis, Masyarakat Adat Dayak itu berkemampuan dalam menjalan pilihan menjadi masyarakat kontemporer dalam konteks pengelolaan lahan pertanian dan perkebunan secara mekanis di kampung-kampung kita, apalagi Pemerintah di bawah Presiden Joko Widodo dengan Program Nawacitanya secara penuh pasti mendukung (politik dan anggaran) hal-hal yang baik dan bermanfaat dan penuh langkah inovasi bagi kelangsungan peradaban sosial dan ekonomi anak-anak bangsa ini, yang di dalamnya terdapat Masyarakat Adat Dayak, dalam konstruksi NKRI yang ber-Bhinneka Tunggal Ika, sehingga dengan demikian pun, kata-kata move on yang diserukan Pak Manar Dimansyah sebagai bentuk konsientisasi minset public bukanlah tanpa dasar karena berisi konstruksi pikiran yang visioner dan futuristik. (Adv M.M. Rudi Ranaq, S.H.,M.Si)

Reporter : Johansyah
Editor      : Wafa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SOROT NUSWANTORO NEWS "dari LAMONGAN untuk NUSANTARA"