Sorot Nuswantoro News

Berita Online dan cetak, "CEPAT, TEPAT, LUGAS DAN BERANI" dari LAMONGAN untuk NUSANTARA


Sabtu, 21 Maret 2020

Presidium Dewan Adat (PDA) Kubar : Para Tokoh Seharusnya Mendukung Kearifan Lokal Sebagai Warisan Leluhur

Kutai Barat SNN.Com - Presidium Dewan Adat (PDA) Kabupaten Kutai Barat (Kubar) Kalimantan Timur (Kaltim) angkat bicara dan sangat menyayangkan atas pernyataan "Manar Dimansyah yang mengklaim dirinya sebagai Ketua Lembaga Adat Kabupaten (LAK) Kutai Barat itu membuat statmant yang menyudutkan Masyarakat Hulum Adat yang berprofesi sebagai peladang melalui salah satu media.

Sekretaris DPA Kubar Hertin Armansyah akrab di sapa Hertin menghubungi media ini melalui sambungan telephone pribadinya pada hari Kamis 19/03/2020 sekira pukul 22.57 wita (malam)

"Hertin menyayangkan, sebagai Kepala Adat Kabupaten (LAK) seharusnya tidak
memberikan statement yang kontras khususnya di kalangan Masyarakat Hukum Adat yang berprofesi sebagai Peladang/petani Tradisional, dimana "Manar Dimansyah mengatakan bahwa dirinya menyampaikan pesan pemerintah, karena pemerintah telah mengeluarkan aturan, agar masyarakat jangan lagi membakar hutan, ya... ini konteksnya tidak membakar hutan, dan secara khusus dia tidak mau lagi masyarakat kita terjebak dalam pola tradisional, dan mengajak masyarakat move on, inikan jaman maju,masyarakat tidak boleh bertahan dengan pola yang tradisioanal itu (kuno/kolot). "Tegas Hertin.

Lebih lanjut, Kami berharap pernyataan tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan ada ruang dialog yang disertai itikad baik,” ungkap Hertin Armansyah yang juga sebagai Sekretaris Presidium Dewan Adat Kutai Barat (PDA). Padahal, Mekanisme pembakaran lahan oleh masyarakat ini dilindungi dengan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Mekanisme Pencegahan Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup. Hertin mengatakan, Pembakaran ladang ini dikuatkan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. "Jelas Hertin.

Ia menambahkan, pada Pasal 69 Ayat 2 dijelaskan bahwa membuka lahan dengan cara membakar diperbolehkan dengan memperhatikan kearifan lokal daerah masing-masing. “Pelarangan aparat terhadap masyarakat adat yang membuka lahan harus dihentikan. Apa yang mereka lakukan sudah dijamin oleh Peraturan Menteri dan dikuatkan dengan Undang-Undang. Pemahaman aparat perlu ditingkatkan mengenai hal ini.

"Hertin : Bila upaya menyudutkan petani/peladang tradisional terus dilakukan, maka sesungguhnya aparat telah melakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang’, ”Jelas Hertin.

Metode berladang masyarakat adat harus dilindungi dan dilestarikan, Hertin Armansyah mengatakan, selain sudah terbukti selama bertahun-tahun dan tidak menimbulkan kerusakan lingkungan, pola bertanam ini menjamin kesediaan pangan bagi masyarakat adat. “Selain berpotensi ancaman kelaparan, larangan berladang juga akan menimbulkan hilangnya keanekaragaman hayati.

Dengan berladang, masyarakat menjaga kelestarian bibit lokal dan tidak hanya bibit padi yang diwariskan secara turun-temurun, tapi juga bibit tanaman obat-obatan tradisional (Apotik hidup) yang hanya ada di daerah kita di Pulau Borneo”, Imbuh peria yang akrap disapa Hertin, Sekretaris Presidium Dewan Adat itu menegaskan, pola berladang ini merupakan tradisi turun-temurun. Acaman terhadap kegiatan ini tentunya akan menghilangkan kekayaan tradisi yang ada. Kita bangsa Indonesia harus melindungi kesejahteraan saudara-saudara kita masyarakat adat yang berusaha melindungi kearifan lokal yang positif tersebut sekaligus memenuhi kebutuhan hidup mereka.

"Sekretaris Presidum Dewan Adat (PDA) Kutai Barat Hertin menambahkan, pernyataan itu bisa menimbulkan reaksi kemarahan masyarakat Suku Dayak diseluruh tanah pulau Borneo khususnya para petani yang menyambung hidupnya dari hasil berladang. “Kendati tidak menyebut Suku Dayak pembakar lahan, tetapi ini kalimat sudah menuding peladang di Kalimantan penyebab kebakaran lahan, otomatis mengarah orang Dayak/ masyarakat Hukum Adat. Sementara menurut kami, sebagian besar masyarakat Hukum Adat (Dayak) mereka adalah merupakan petani ladang yang buka lahan berladang dengan sistem tebas-tebang-bakar sebagai strategi adaptasi orang Dayak/Petani Trandisional terhadap alamnya.

Hal tersebut untuk mengurangi kadar asam tanah dan menambah hara atau kesuburannya, maka sistem tebas-tebang-bakar cocok di tanah Kalimantan merupakan kearifan lokal yang tidak boleh di hilangkan begitu saja. Apalagi sampai menyangkut soal identitas Sosial, diantaranya, menyebut Pola Tradisioanl (Kuno/kolot), dan juga hal berkaitan dengan persoalan kemampuan soalnya pembelian dan menggunakan Alat berat. Ini sangat melukai hati dan perasaan bagi petani tradisional (cara kuno), karena mayoritas masyarakat yang masih melakukan kegiatan berladang itu adalah kalangan menengah kebawah.mereka berladang tidak lebih dari untuk menyambung kebutuhan dan kelangsungan hidup sehari-hari. ”ungkapnya.

Pertahankan, terutama menyangkut tradisi dan Budaya Masyarakat Adat Dayak. Ada empat pilar Adat, yaitu; Adat, Adat Sukat, Adat Tradisi, kemudian Adat Seni dan Budaya, ini harus benar-benar dipahami dulu, baru bicara soal lainya tentang adat”

Presidium Dewan Adat (PDA) Kabupaten Kutai Barat akan terus berkomitmen untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat adat Dayak khususnya di Kubar dalam rangka mempertahan serta melestarikan seni dan kebudayaan yang telah ada selama ini.  Namun disisi lain, kita imbau kepada seluruh warga masyatakat, agar menyikapi pernyataan Sdr. Manar Dimansyah tersebut tidak terlalu berlebihan, karena itu merpualan sikap pribadi yang bersangkutan, secara kelambagaan Adat  munurut kami  tidak ada akan membuat pernyataa  seperti itu, justru Presidium Dewan Adat secara Kelem agaan akan teris berjuang mempertahankan hak-hak masyarakat  Hukum Adat termasuk Hak untuk berladang, namun dengan cara yang berbudaya dengan mengedepankan gotong-royong."Tutup Sekretaris PDA Kubar Hertin Armansyah.

Reporter : Johansyah
Editor      : Wafa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SOROT NUSWANTORO NEWS "dari LAMONGAN untuk NUSANTARA"