Sorot Nuswantoro News

Berita Online dan cetak, "CEPAT, TEPAT, LUGAS DAN BERANI" dari LAMONGAN untuk NUSANTARA


Selasa, 10 Maret 2020

Kerja Sama Pihak Ketiga Dan Kades. Tak Prosedural, Keduanya Harus Diproses Hukum

Dobo, SNN.com - Terkait dengan Dugaan Tindak Pidana Korupsi ADD & DD Desa Gomsei Kecamatan Aru Utara senilai kurang lebih 400 juta rupiah yang ditangani Reskrim Polres Aru, dinilai kerja sama Pihak Ketiga dan Kepala Desa tak Prosedural, ada unsur tindak pidana penipuan.

Penilaian ini disampaikan salah satu politisi muda Aru, A. Elisa Warkor kepada media ini melalui Hand phon genggamannya pekan kemarin.

Menurutnya, kerja sama Kepala Desa dan Pihak Ketiga bertentangan dengan Permendagri No. 38 thn 2007 tentang kerja sama Desa. Dan karena itu kerja sama Kepala Desa dan Pihak Ketiga dinilai ada unsur penipuan dengan mengorbankan kepentingan rakyat. 

Dan karena itu, dia (A. Elisa Warkor) meminta agar, baik kepala desa maupun pihak ketiga, keduanya harus diproses Hukum.

“Jadi kalau ada unsure itu, jangan satu pihak saja yang diproses, dua-duanya harus diproses hukum, "Pintanya.

Dikatakan, soal pinjam – meminjam, benar itu urusan perdata dan tidak bisa dicampuri oleh pihak Polisi, tetapi bicara objek masalah dan aturan maka sangat kuat indikasi ada unsur penipuan dan kerja sama mencari keuntungan, karena objeknya adalah uang Negara dengan berbagai aturan yang mengikat dalam pengelolaannya, karena itu bukan uang Pribadi Kepala Desa dan karena itu ada aturan yang mengikat.

“Yang  jadi persoalan kan kita harus dudukkan dulu, aturan mana yang dipakai oleh Kepala Desa dan Pihak Ketiga, sehingga ketika ADD dan DD cair, langsung diserahkan kepada Pihak ketiga. Itu uang Negara bukan uang kepala Desa, dan karena itu harus ada aturan yang menjamin kerja sama, dan apabila tidak ada aturan yang menjamin, maka baik kepala desa maupun pihak ketiga harus diproses hukum dengan dugaan ada kerja sama menyalahgunakan Uang Rakyat, "Tegasnya.

Kronologisnya bahwa Kepala Desa Gomsei, Selpianus Djabumir menganggarkan pengadaan satu unit Kapal Motor Laut senilai 289 juta rupiah pada tahun 2018 tetapi tidak terealisasi, dan pada tahun 2019 anggaran tersebut baru dicairkan sebagai SILPA tahun lalu.

Sesuai keterangan pihak ketiga atas nama Koko Herdy Tandra, bahwa setelah anggaran itu cair, kepala Desa langsung menyerahkan anggaran tersebut kepadanya (Herdy Tandra) untuk pengadaan satu unit Kapal Motor Laut, lengkap dengan mesin.

Tetapi menurut Herdy, mendadak ada nota pinjaman tunai kepala desa dari Pihak ketiga yang lain, yang diperlihatkan kepadanya, senilai 247 juta rupiah. Atas dasar Nota pinjaman tunai tersebut, kata Herdy, dirinya kemudian membatalkan kerja sama pengadaan Kapal Motor laut, dan uang itu dikembalikan kepada kepala Desa untuk membayar pinjamannya kepada pihak ketiga.

Parahnya lagi, Herdy menyebutkan ada oknom polisi yang mendampingi Kades untuk membayar pinjaman kepada pihak ketiga yang lain yang namanya Herdy tidak mau sebutkan.

Menanggapi kasus tersebut, A. Elisa Warkor membenarkan bahwa masalah pinjam meminjam benar adalah masalah perdata, tapi bicara obyek masalah dan prosedur aturan, dipastikan ada unsure pidana yang perlu dilihat oleh penyidik. 

“masalah pinjam –meminjam, benar adalah masalah Perdata yang bukan menjadi urusan pihak penyidik, tetapi bicara objek masalah dan aturan, Polisi juga harus melihat apakah ada unsur pidana penipuan atau tidak. Sehingga tidak terkesan pihak ketiga memanfaatkan atau dengan kata lain mengkambing hitamkan kepala Desa untuk meraup keuntungan dengan pembebanan bunga hingga 20%. Kalau namanya pinjam-meminjam, benar ada dasar hukumnya, Tetapi kalau sampai pihak ke-tiga manfaatkan kepala-kepala desa dengan tujuan meraup keuntungan dari uang Negara, patut dipertanyakan, acuan aturan mana yang dipakai. Jadi jangan mengkambing hitamkan kepala desa untuk meraup keuntungan dan mengorbankan kepentingan rakyat, "ujarnya.

Menurut saya, apabila ini ditelusuri pasti ada unsur pidana penipuan, Sebagai mana diatur dalam pasal 378 KUHP yang berbunyi, “Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun, "Sebutnya. 

Dikatakan, wajib hukumnya, ketika ada pelanggaran-pelanggaran seperti kasus Desa Gomsei, semestinya pihak kepolisian jangan serta merta menelaah begitu saja, seolah hanya Kepala Desa dan bendahara saja yang diduga bersalah, tetapi polisi perlu meninjau kembali jangan-jangan ada unsur penipuan dan kerja sama yang tidak prosedural dalam proses pinjam meminjam uang Negara.

“kita bukan belah kepala desa, tapi polisi perlu meninjau kembali, jangan-jangan ada unsure Penipuan dalam proses pinjam-meminjam uang Negara oleh pihak ke-tiga. Jadi dalam proses pinjam meminjam apabila ada unsure penipuan, maka pihak ketiga juga harus diproses hukum, bukan hanya kepala desa. Keduanya patut diduga ada kerja sama menguntungkan diri sendiri, dan mengorbankan rakyat, "Tandasnya.

Reporter : Moses K
Editor      : Wafa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SOROT NUSWANTORO NEWS "dari LAMONGAN untuk NUSANTARA"